JAKARTA, suararealitas.co – Beberapa pekerjaan rumah Kementerian Kesehatan kini telah menanti, salah satunya membongkar jaringan peredaran obat ilegal seperti obat keras terbatas (K).
Maraknya peredaran obat keras golongan HCI ini tak luput dari peran BPOM RI, dan pihak Kepolisian dalam memberangus jaringan obat keras tanpa Nomor Izin Edar BPOM RI. Senin, (17/3/2025).
Di wilayah hukum Polres Bekasi Kota, praktik perdagangan obat keras terbatas (K) dikategorikan cukup menggurita.
Kartel pengedar obat keras terlihat jelas tak luput dari jerat hukum, atau memang peredaran obat keras dijadikan lahan basah untuk meraup keuntungan semata bagi oknum tidak bertanggung jawab.
Hasil survei menunjukan, bahwa tingkat pengedar pil koplo di Bekasi Kota cukup mengkhawatirkan. Seperti halnya toko penjual pil koplo yang berhasil di himpun suararealitas.co di Jalan Bintara No.51, RT.013/RW.002, Bintara Jaya, Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi.
“Toko ini punya bos saya bang, jika ada hal apapun nanti bos Edo yang mengurusi semuanya, Polsek dan Polres mungkin melalui Bos Edo, soalnya saya baru jaga tiga hari bang,” ujar penjaga toko kepada suararealitas.co, Senin (17/3/2025).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 02396/A/SK/VIII/1989. Obat keras daftar G, penggunanya harus diresepkan dokter.

Property of suararealitas.co
Namun di Bekasi Kota, obat keras seperti Tramadol, Heyximer, Aprazolam, Camlet marak diperjualkan dengan bebas kepada semua kalangan.
Tindakan memproduksi dan mendistribusikan produk ilegal melanggar Pasal 196 dan/atau Pasal 197 Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp1,5 miliar.
Sementara itu, narkotika adalah zat atau obat yang terbuat dari tanaman, bahan sintetis, atau semisintetis untuk menghilangkan rasa nyeri atau menurunkan kesadaran.
Codeine, morfin, tramadol, dan diazepam merupakan beberapa contoh obat golongan ini.
Namun dipasar obat keras tersebut bisa dipastikan palsu seperti Tramadol yang jelas berbeda pada kemasan yang terlihat polos alias obat palsu dan tidak memiliki Nomor Edar.
Menanggapi peredaran pil koplo, Pengamat Kebijakan Publik Aris Sucipto angkat bicara.
“Tentunya keterlibatan pihak Kepolisian harus dapat mempersempit ruang gerak pengedar pil koplo. Mengingat obat tersebut di jual di toko-toko kosmetik. Atau mungkin peredaran pil koplo tersebut di jadikan peluang untuk meraup keuntungan,” tutup Aris.