![]() |
Dua anggota suku terisolasi Hongana Manyawa memperingatkan pengemudi buldoser untuk menjauhi wilayah mereka. (Foto: Ist) |
JAKARTA | Perusahaan mobil listrik Tesla mengumumkan
inisiatif untuk menjajaki pembentukan zona bebas tambang nikel di Halmahera, Kepulauan
Maluku untuk melindungi hak asasi manusia dan penduduk asli, khususnya suku
terisolasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kebijakan ini muncul setelah adanya kekhawatiran tentang
ancaman terhadap keberlangsungan hidup suku Hongana Manyawa yang tinggal di
hutan Halmahera.
Penambangan nikel di daerah ini dikhawatirkan dapat
memusnahkan suku yang belum banyak tersentuh.
Pengumuman ini dianggap sebagai langkah pertama yang
dilakukan oleh perusahaan besar dalam menyoroti pembentukan zona bebas tambang
di wilayah penduduk asli.
Tesla juga meminta para pemasoknya memastikan masyarakat
adat dapat menggunakan hak mereka untuk memberikan Persetujuan Bebas
Didahulukan dan Diinformasikan (PADIATAPA) terhadap setiap proyek industri di
wilayah mereka.
Hal ini sulit diterapkan pada suku yang belum banyak
tersentuh.
Laporan Dampak 2024 Tesla menyoroti bahwa langkah ini dapat
berdampak besar pada operasi Weda Bay Nickel (WBN), yang memiliki tambang nikel
terbesar di dunia di Halmahera.
Kegiatan WBN telah lama dikritik karena beroperasi tanpa
persetujuan suku Hongana Manyawa.
Eramet, yang mengelola sebagian WBN, bermitra dengan
perusahaan kimia Jerman, BASF, dalam proyek ‘Sonic Bay’ untuk membangun
kompleks tambang nikel sebagai komponen utama pembuatan baterai kendaraan
listrik.
“Ini adalah pesan dari dalam hutan, tolong hentikan
perusakan hutan kami. Kami bergantung pada hutan,” ucap seorang anggota suku
Hongana Manyawa kepada Survival.
Pesan ini ditujukan kepada perusahaan kendaraan listrik dan
konsumennya.
Lebih dari 20.000 orang dari seluruh dunia mengirim email
aksi kepada CEO Tesla, Elon Musk, Eramet, dan BASF, mendesak mereka untuk
menentang penambangan nikel dan kobalt di tanah suku Hongana Manyawa dan
menyerukan zona bebas tambang.
Direktur Survival International, Caroline Pearce, pada
Minggu (26/5/2024), menyatakan bahwa proyek-proyek tambang, peternakan, dan
pengeboran minyak dan gas di tanah suku terisolasi merupakan pelanggaran hak
asasi manusia dan bisa membawa bencana buatan manusia.
“Kesadaran masyarakat semakin meningkat, perusahaan dan
pemerintah Indonesia tidak bisa terus mengabaikan masalah ini. Suku terisolasi
Hongana Manyawa tidak pernah memberikan PADIATAPA untuk perusakan hutan mereka.
Pemerintah Indonesia harus segera membentuk zona bebas tambang untuk mencegah
bencana,” tegasnya.