
Jakarta, suararealitas.co – Dalam bahasan ketahanan industri nasional dan mendorong pertumbuhan ekonomi, Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI berkolaborasi dengan Next Policy mengadakan diskusi publik bertajuk “Mendorong Pertumbuhan Ekonomi dan Memperkuat Ketahanan Industri Nasional” bertempat di Sekretariat ILUNI UI pada Rabu, 26 Februari 2025. Diskusi ini menghadirkan berbagai perspektif dari para akademisi dan praktisi untuk membahas tantangan serta peluang pengembangan sektor manufaktur Indonesia.
CEO Next Policy, Grady Nagara, membuka diskusi dengan menyoroti tren penurunan kontribusi industri terhadap PDB nasional. “Saat ini, industri kita terus mengalami penurunan kontribusi terhadap PDB, dari 29,7% pada 1997 menjadi hanya 18,98% pada 2024. Ini menandakan perlunya kebijakan yang lebih strategis dalam memperkuat sektor industri,” ujarnya. Dengan peran industri yang semakin terkikis, diperlukan langkah-langkah konkret untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan dan inklusif.
Industri sebagai Penggerak Pertumbuhan Ekonomi
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dian Revindo, Associate Director LPEM FEB UI, menyampaikan bahwa target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% memerlukan strategi pembangunan industri yang lebih terarah. Menurutnya, industrialisasi harus menjadi pilar utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Dian menyoroti pentingnya menghindari jebakan demographic dividend type 2, yaitu kondisi di mana populasi usia kerja yang besar tidak dapat dikonversi menjadi produktivitas ekonomi yang optimal. Oleh karena itu, peningkatan daya saing industri harus disertai dengan penguatan sumber daya manusia serta inovasi dalam rantai produksi.
Selain itu, ia juga menyoroti bahwa kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB yang stagnan di angka 18% serta penurunan Total Factor Productivity (TFP)mengindikasikan bahwa industri nasional masih menghadapi berbagai tantangan struktural. Transformasi industri perlu diarahkan untuk meningkatkan nilai tambah produk, baik melalui optimalisasi sektor high-tech maupun low-tech, guna mendukung ekspor dan memperkuat sektor jasa yang terkait.
Tantangan dan Ketahanan Industri Nasional
Dalam sesi diskusi, Solihin Sofian, Ketua PPA Kosmetika, menyoroti tantangan yang dihadapi industri dalam negeri dalam menghadapi persaingan global. Salah satu aspek utama adalah tingginya ketergantungan terhadap bahan baku impor, seperti yang terjadi pada industri kosmetik yang masih bergantung 80% pada bahan baku dari luar negeri.
Menurutnya, diperlukan upaya lebih lanjut untuk memperkuat rantai pasok domestik serta mengoptimalkan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) agar industri dapat tumbuh lebih mandiri dengan tetap menghormati perjanjian-perjanjian internasional yang ada. Selain itu, arus produk impor yang semakin masif juga menjadi perhatian, di mana 33% dari total produk di pasar domestik merupakan produk ilegal. Dengan kebijakan yang tepat, industri dalam negeri dapat memperoleh ruang lebih besar untuk berkembang.
Dalam konteks daya saing global, Solihin juga menyoroti pentingnya pendekatan strategis dalam kebijakan perdagangan internasional. Persaingan di kawasan ASEAN semakin ketat, dengan negara-negara seperti Vietnam dan Filipina yang mampu menarik investasi manufaktur berkat kebijakan insentif yang kompetitif. Oleh karena itu, penguatan industri nasional harus diiringi dengan kebijakan yang mendukung daya saing pelaku usaha dalam negeri.
Regulasi dan Keberlanjutan Kebijakan Industri
Didit Ratam, Ketua Umum ILUNI UI, mengangkat isu mengenai regulasi dan dampaknya terhadap pelaku industri. Salah satu kebijakan yang menjadi perhatian adalah Permendag 36/2023, yang akan mulai berlaku pada 10 Maret 2024. Regulasi ini mengatur pembatasan impor dengan tujuan meningkatkan penggunaan bahan baku dalam negeri, namun di sisi lain menimbulkan tantangan bagi industri yang masih bergantung pada rantai pasok global.
Selain itu, Permendag 8/2024, yang berkaitan dengan Produk Maksimum Impor (PMI), juga menjadi bahan diskusi. Meskipun kebijakan ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara produksi dalam negeri dan barang impor, masih terdapat perbedaan dalam implementasi di lapangan. Menurut Didit, konsistensi kebijakan dan komunikasi yang lebih baik antara pemerintah dan pelaku industri menjadi kunci dalam menciptakan ekosistem industri yang lebih sehat.
Keberlanjutan kebijakan juga menjadi faktor penting dalam menciptakan kepastian usaha. Perubahan regulasi yang terlalu cepat dapat menyebabkan ketidakpastian di kalangan investor dan industri, sehingga penting bagi pemerintah untuk memberikan ruang transisi yang cukup dalam setiap kebijakan yang diterapkan.
Perbaikan Fundamental dalam Kebijakan Industri
Sebagai penutup, para pembicara menekankan bahwa industri nasional harus didorong tidak hanya sebagai motor pertumbuhan ekonomi, tetapi juga sebagai fondasi ketahanan ekonomi nasional. Beberapa langkah strategis yang perlu diprioritaskan antara lain:
● Peningkatan kejelasan regulasi dan harmonisasi kebijakan antara Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian untuk menciptakan kebijakan yang lebih selaras.
● Penguatan rantai pasok domestik guna mengurangi ketergantungan pada bahan baku impor.
● Peningkatan pengawasan terhadap produk ilegal yang dapat mengganggu keseimbangan pasar.
● Pengembangan industri berbasis inovasi untuk meningkatkan nilai tambah produk dan daya saing global.
Diskusi ini memberikan wawasan yang lebih mendalam mengenai tantangan serta peluang bagi sektor industri nasional. Ke depan, kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan pelaku industri menjadi kunci dalam menciptakan ekosistem industri yang lebih kuat, berdaya saing, dan mampu menopang pertumbuhan ekonomi nasional secara berkelanjutan.