PANGKALPINANG, suararealitas.co – Poster bernada sindiran muncul di kantor DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) dan media sosial (medsos).
Pasalnya, poster tersebut sebuah seruan kekesalan maupun keresahan dari Aliansi Penambang Rakyat Masyarakat Peduli Tambang atas penderitaan yang mereka alami terhadap persoalan tambang rakyat dan penolakan Hutan Tanaman Industri (HTI) di daerah.
Poster itu bertuliskan ‘Wahai Wakil Rakyat Babel di Senayan Bangunlah Tidur, Rakyat yang Memilihmu Lagi Bersedih, Ayo Turun dan Bersuaralah’.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Wahai wakil rakyat Babel di Senayan, bangunlah tidur. Rakyat yang memilihmu lagi bersedih. Ayo turun dan bersuaralah,” demikian salah satu tulisan yang tercantum dalam poster bernuansa kritik tersebut.
Selain tulisan kritik, poster itu juga turut menampilkan foto beberapa legislator Babel seperti Rudianto Tjen, Bambang Pati Jaya, Melati Erzaldi, Darmansyah, Bahar Buasan, Dinda Rembulan, dan Ustadz Zuhri. Mereka diminta untuk turun tangan menyuarakan penderitaan masyarakat.
Koordinator aksi, Muhammad Rosidi mendesak para legislator Babel untuk segera mementingkan dalam keberpihakan pada masyarakat yang menggantungkan hidup dari tambang rakyat.
Selain itu, mereka juga seharusnya lebih vokal dalam memperjuangkan kepentingan rakyat, bukan hanya menikmati jabatan di Senayan.
“Dimanakah kalian DPD DPR RI Babel..? Turun dan bersuaralah tentang tambang rakyat dan penolakan HTI Babel. Negeri lagi menderita,” sebut Rosidi, Rabu (10/9/2025).
Diketahui, agenda penyampaian aspirasi dari Aliansi Penambang Rakyat Masyarakat Peduli Tambang ini tercatat dalam jadwal resmi DPRD Babel.
Rosidi menyampaikan, bahwa pihaknya
berharap ada perubahan nyata dalam pengelolaan tambang ke depan.
“Rakyat jangan selalu dijadikan tumbal, lalu politisi jangan memainkan isu konflik. Saya harap semua bersatu, anggota DPD RI, DPR RI, dan semuanya bersatu untuk rakyat,” ujar Rosidi.
Sementara itu, Ketua DPRD Babel, Didit Srigusjaya menyatakan bahwa lembaganya siap menjadi penengah.
Menurutnya, aspirasi rakyat harus ditangani bersama, tidak hanya dibebankan kepada DPRD.
“Harapannya ini duduklah satu meja: Gubernur, PT Timah, DPRD, Forkopimda. Ini seakan-akan larinya ke DPRD, meskipun mereka ke sini artinya masih percaya dengan DPRD daripada mereka tidak ke sini. Kami menjembatani, yang penting tidak ada yang dirugikan,” tutur Didit.
Kendati demikian, Wakil Ketua DPRD Babel, Eddy Iskandar menanggapi beberapa tuntutan yang disampaikan. Ia menegaskan bahwa DPRD sudah mempercepat pembahasan soal IPR dengan melibatkan akademisi Universitas Bangka Belitung (UBB).
“Berkaitan dengan IPR, ini sedang dikerjakan. IPR sudah dipercepat, ini juga sudah di UBB dalam penyusunan akademik dan drafnya Perda. Semoga segera selesai,” jelas Eddy.
Soal penolakan Hutan Tanaman Industri (HTI), Eddy menyebut, bahwa DPRD segera mengoordinasikan aspirasi masyarakat ke pemerintah pusat.
“Berkaitan dengan HTI, besok kawan-kawan akan berangkat ke kementerian menyampaikan aspirasi masyarakat,” pungkasnya.
Berikut ini delapan tuntutan yang disampaikan aliansi tersebut meliputi:
- Mendesak eksekutif, legislatif Babel, dan Dirut PT Timah Tbk untuk menaikkan harga timah agar lebih berpihak kepada rakyat.
- Mendesak aparat penegak hukum (APH) menangkap oknum yang menghalangi kegiatan pertambangan rakyat yang telah memiliki izin resmi.
- Menghentikan razia dan tindakan represif terhadap penambangan rakyat, khususnya yang dilakukan rakyat kecil.
- Mendesak Ketua DPRD Babel mendukung, serta tidak menghalangi kegiatan penambangan rakyat di wilayah IUP PT Timah Tbk yang sudah resmi dan legal.
- Mendesak Ketua DPRD Babel mengultimatum dan memberikan peringatan kepada tujuh legislator asal Babel di DPR/DPD RI agar peduli kepada rakyat Babel, bukan hanya duduk di kursi empuk Senayan.
- Meminta Dirut PT Timah Tbk memberantas praktik korupsi di internal perusahaan agar keuntungan tidak bocor.
- Mengharapkan kehadiran Satgas Timah tidak menimbulkan rasa takut di masyarakat, melainkan memberi ketenangan bagi penambang rakyat.
- Mendesak eksekutif dan legislatif agar segera memproses Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yang sudah ada Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR)-nya, dan mengupayakan percepatan bagi wilayah yang belum memiliki WPR.




































