Bangun Komitmen Penanggulangan Zero Diskriminasi HIV 2030, JIP Gelar Media Briefing

- Jurnalis

Rabu, 27 Maret 2024 - 15:22 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

 

Bangun Komitmen Penanggulangan Zero Diskriminasi HIV 2030, JIP Gelar Media Briefing
JIP saat gelar pertemuan media brief advocate4health via Google Meet. (Foto: Suara Realitas)


JAKARTA – Perjalanan Indonesia menuju ‘Ending AIDS 2030’ sesuai dengan komitmen pemerintah dalam penanggulangan dan diskriminasi HIV, ternyata masih menemukan berbagai tantangan dan hambatan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Hal itu, Jaringan Indonesia Positif (JIP) lakukan pertemuan media brief advocate4health via Google Meet.

Kegiatan tersebut bertajuk ‘Mampukah Indonesia Mencapai Zero Diskriminasi HIV Pada 2030’.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes RI dr. Imran Pambudi, MPH menyampaikan bahwa saat ini kelompok berusia 25-49 tahun memiliki porsi terbesar sebanyak 70,4% dalam temuan kasus HIV. 


“Angka ini kemudian diikuti oleh kelompok usia 20-24 tahun sebanyak 15,9%,” ujar dr. Imran, Rabu (27/03/2024).

Meski demikian, semakin menurunnya angka temuan kasus HIV baru pada beberapa tahun terakhir, menjadi sinyal kuat bahwa Indonesia mungkin mencapai target.

Berbagai upaya untuk menyamakan persepsi dan tujuan telah dilakukan termasuk melibatkan peran berbagai sektor pemerintah.

Namun, kerap ditemukan pemahaman atau “perspektif miring” yang keliru dari stakeholder di luar area kesehatan tentang HIV.

Hal ini disinyalir terjadi karena program penanggulangan HIV selama ini hanya menyasar pada pengguna narkotika, pekerja seks, Lelaki Seks Lelaki, Waria dan kelompok lainnya yang masih dianggap amoral bagi sebagian masyarakat.

Sehingga mengentalkan nuansa stigma dan diskriminasi terhadap kelompok-kelompok sasaran ini dalam program program-program HIV di Indonesia.


Kasus HIV ditemukan pertama kali pada 1960 di Afrika dan diumumkan ke publik di Amerika pada 1981 hingga ditemukan pertama di Indonesia (Bali) pada 1987. Penanganan HIV selalu dimunculkan dengan wajah diskriminasi. 

Hal ini sebagai akibat dari cap buruk (stigma) terhadap perilaku yang menimbulkan resiko penularan HIV.

Baca Juga :  Pj Gubernur DKI Jakarta Teguh Setyabudi Minta Sopir Waspada Cuaca Ekstrem

Dalam sebuah survei yang melibatkan Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muslim Indonesia dari 10 responden yang diwawancarai, 4 diantaranya mengaku masih takut untuk bergaul dengan orang yang hidup dengan HIV karena alasan takut tertular.

Padahal, mereka sudah mendapatkan informasi serta pendidikan terkait penyakit menular tersebut.



Sejak didirikan pada 2014 hingga saat ini, Jaringan Indonesia Positif (JIP) telah mendapat pelaporan terjadinya bentuk stigma dan diskriminasi yang dialami oleh orang yang hidup dengan HIV di Indonesia. 

Menurut Timotius Hadi, selaku Advocacy Specialist Jaringan Indonesia Positif, beberapa tanggapan telah dilakukan untuk penyelesaian kasus yang ditemukan meliputi: penyediaan kanal pengaduan, layanan konseling, pendampingan kasus bagi korban serta melakukan audiensi kepada stakeholder terkait baik level pemerintah (kementrian atau subdinas) maupun swasta termasuk mitra dari Komnas Perempuan.


“Selama bulan Mei-Oktober 2023, JIP meneliti indeks stigma dan diskriminasi yang dialami oleh orang dengan HIV di Indonesia dengan menggunakan instrumen penelitian global yang disebut dengan ‘Stigma Index 2.0’,” ujar Hadi.

Bahkan, Instrumen penelitian ini dikembangkan oleh beberapa organisasi tingkat global, seperti Global Network People Living with HIV (GNP+), International Community of Women Living with HIV (ICW), UNAIDS dan International Planned Parenthood Federation (IPPF).

Stigma Index telah digunakan secara global guna mendokumentasikan pengalaman yang berbeda di antara orang dengan HIV terkait stigma dan diskriminasi, sampai dengan mendorong perubahan kebijakan di suatu daerah tertentu serta mengubah intervensi program akibat dari stigma atau diskriminasi yang dialami oleh orang dengan HIV.

Selain itu, Stigma Index di Indonesia tahun 2022 mengumpulkan informasi yang beragam mengenai pengalaman orang dengan HIV di Indonesia yang menghadapi stigma dan diskriminasi.


Stigma Index 2.0 yang dilakukan oleh JIP berhasil menyasar 1400 orang yang hidup dengan HIV di 16 provinsi sebagai responden.

Baca Juga :  Tebar Peduli Kasih di Bulan Suci, Dimensi News Sukseskan Program Santunan dan Buka Puasa Bersama Anak Yatim

Menurut Fitriana Puspitarani, Research Officer, Divisi Riset, Pengembangan Komunitas dan Media JIP, menyampaikan bahwa beberapa temuan pada penelitian ini antara lain: sebesar 35,9% orang yang hidup dengan HIV menstigma dirinya sendiri, dan 13,4% orang yang hidup dengan HIV mendapatkan stigma dari orang lain.

Stigma dan diskriminasi juga terjadi di layanan kesehatan oleh tenaga kesehatan dalam 12 bulan terakhir (21,5%). 


Stigma dan diskriminasi pada orang yang hidup dengan HIV dari kelompok populasi kunci, lebih tinggi dibandingkan kelompok non populasi kunci.

Diketahui, Stigma eksternal pada kelompok populasi kunci sebesar 17,1% dan non populasi kunci sebesar 11,1%, stigma internal pada kelompok populasi kunci sebesar 39,8% dan non populasi kunci sebesar 33,5%, stigma di layanan HIV pada kelompok populasi kunci sebesar 24,7% dan non populasi kunci sebesar 16,4%, stigma di layanan non HIV pada kelompok populasi kunci sebesar 22,9% dan non populasi kunci sebesar 12,1%).


Sementara, hasil temuan awal dari penelitian Stigma Index 2.0 Indonesia telah disampaikan kepada stakeholder terkait, khususnya kepada Kementerian Kesehatan RI. 

“Hal tersebut dilakukan dengan harapan bahwa temuan-temuan hasil Stigma Index 2.0 bisa digunakan sebagai acuan dan bahan pertimbangan dalam menyusun program penanggulangan HIV yang lebih humanis, termasuk kampanye anti diskriminasi dan memantau berbagai kegiatan penanggulangan HIV di Indonesia,” tambah Hadi. 

Harapannya, Indonesia tak hanya mengembangkan strategi untuk mencapai nol penularan HIV dan nol kematian akibat AIDS, namun juga mencapai nol diskriminasi terhadap mereka yang hidup dengan HIV.*(Za)

Berita Terkait

Apa Arti “17+8 Tuntutan Rakyat” Usai Gelombang Demo Nasional? Ini Arti dan Isi Lengkapnya!
Polsek Johar Baru Gelar Apel Patroli Kesetiaan, Jaga Jakarta Aman di Sentra Ekonomi Johar Baru
Himbauan Kamtibmas, Polisi Gandeng PPSU Galur Jaga Jakarta Aman
Tanggapi Keluhan Warga Jalan Rusak Cadas – Kukun, Perumda TKR Surati Pelaksana
Jakarta Utara Hadirkan Depot Air Minum Gotong Royong di Sunter Agung
Pemprov DKI-Kementerian PU Sinergi Perbaiki Fasum Dampak Unjuk Rasa
Pembuang Limbah Medis Berbahaya, Bisa Kena Pidana
Audit Kinerja Itjenad, Perkuat Akuntabilitas Satuan Jajaran Korem 052/Wkr

Berita Terkait

Jumat, 5 September 2025 - 17:35 WIB

Apa Arti “17+8 Tuntutan Rakyat” Usai Gelombang Demo Nasional? Ini Arti dan Isi Lengkapnya!

Kamis, 4 September 2025 - 16:42 WIB

Polsek Johar Baru Gelar Apel Patroli Kesetiaan, Jaga Jakarta Aman di Sentra Ekonomi Johar Baru

Kamis, 4 September 2025 - 16:41 WIB

Himbauan Kamtibmas, Polisi Gandeng PPSU Galur Jaga Jakarta Aman

Kamis, 4 September 2025 - 12:31 WIB

Tanggapi Keluhan Warga Jalan Rusak Cadas – Kukun, Perumda TKR Surati Pelaksana

Rabu, 3 September 2025 - 13:38 WIB

Jakarta Utara Hadirkan Depot Air Minum Gotong Royong di Sunter Agung

Berita Terbaru