TANGERANG SELATAN, suararealitas.co – Kasus peredaran dan penggunaan obat-obatan ilegal kategori berbahaya kini semakin meningkat di Indonesia, khususnya di Kota Tangerang Selatan.
Tangerang Selatan diklaim sebagai salah satu kota yang paling rawan digunakan oleh para kartel untuk menjadi tempat rantai pemasok peredaran obat keras ilegal yang tidak memiliki izin edar itu dapat terorganisir dengan baik, dan masalahnya pun cukup kompleks dengan pusaran dimensi yang beragam.
Hal itu diketahui saat suararealitas.co dalam penelusuran pada beberapa titik di wilayah Kota Tangerang mengkonfirmasi masifnya rantai distribusi obat keras ilegal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Di Jalan Lengkong Wetan, Serpong Utara, Kota Tangerang Selatan, misalnya. Pada Jumat, 17 Januari 2025 hingga Kamis (23/01) dini hari sebuah warung berkedok toko kelontong yang dikelola perantau asal Aceh didapati menjajakan obat daftar G atau obat keras terbatas (K) seperti tramadol, hexymer, riklona, alprazolam, mercy, dan dumolid.
Seorang warga sekitar Juan, bukan nama sebenarnya mengatakan bahwa aparat penegak hukum harus segera mengambil tindakan tegas guna memberantas peredaran obat keras terbatas.
Selain itu, dia juga mendesak pihak kepolisian untuk melakukan razia dan penindakan terhadap para pelaku yang terlibat dalam penjualan obat-obatan terlarang.
“Saya sangat berharap peran dari kepolisian setempat, karena generasi kita sudah hancur akibat obat keras ini,” celetuk Juan dengan nada keras, Jumat, (17/1/2025) kemarin.
Adapun, permintaan obat keras yang tinggi di pasaran, menjadi salah satu pemicu, yang pada akhirnya menciptakan peluang pasar bagi pelaku kejahatan.
Bahkan, penegakan hukum yang belum memberikan efek jera. Lumpen menemukan putusan terhadap pelaku kejahatan obat di Indonesia masih sangat rendah.
Minimnya edukasi dan kesadaran masyarakat terkait risiko penggunaan obat keras, juga ikut berkontribusi.
“Hal ini dapat membuat masyarakat lebih rentan terhadap pengaruh negatif obat keras,” jelas pemerhati kesehatan dan perlindungan konsumen, Lumpen saat dimintai keterangan oleh tim suararealitas.co via WhatsApp, Kamis (23/01).
Di sisi lain, faktor sosial dan ekonomi seperti kemiskinan dan kurangnya akses ke pelayanan kesehatan, juga ditengarai turut menyumbang tingginya angka peredaran obat keras ilegal di Indonesia.
Kondisi ini diperparah dengan rendahnya kesadaran masyarakat yang melapor kepada pihak berwajib.
“Pedagang obat keras dengan mudah di temui. Diduga kuat adanya keterlibatan oknum aparat nakal. Laporan masyarakat juga sangat penting untuk mendukung kegiatan penegakan hukum oleh BPOM,” ungkapnya.
Bahkan, Lumpen pun meminta lakukan pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi obat, juga menjadi agenda prioritas BPOM. Hal ini untuk memastikan bahwa obat-obatan yang beredar di pasaran aman dan sesuai dengan standar yang berlaku.
“Pentingnya kolaborasi untuk memberantas peredaran obat keras. Peredaran obat keras merupakan masalah kompleks yang membutuhkan penanganan serius dan kolaborasi dari berbagai pihak yakni masyarakat, pemerintah, dan kepolisian harus bersinergi untuk mencegah peredaran obat keras dan melindungi generasi muda dari bahaya penyalahgunaannya,” ulasnya.
“Dengan begitu, dapat memutus rantai peredaran obat keras ilegal di Indonesia,” tutupnya.
Pantauan dilokasi, beberapa pemuda terlihat datang ke warung tersebut. Setelah menyamar sebagai pembeli, wartawan suararealitas.co berhasil mendapatkan satu strip tramadol dan empat butir triheksifenidil seharga Rp50 ribu.
Berbagai jenis obat daftar G ilegal juga dijual di sana. Wartawan suararealitas.co tak bisa mendapatkan informasi banyak terkait rantai pasok lantaran komunikasi yang sangat terbatas.
Sebagai informasi, mengacu pada Undang-Undang pelaku pengedar sediaan farmasi tanpa resep dokter dapat dijerat dengan Pasal 435 UU nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan sebagaimana pengganti Pasal 106 UU RI nomor 36 tahun 2009 dengan ancaman hukuman penjara 15 tahun.
Selain itu, Undang-Undang No. 7 Tahun 1963. Tentang Farmasi, serta untuk pengedar dapat djerat Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Sampai berita ini ditayangkan, suararealitas.co masih melacak rantai pemasok peredaran pil koplo di Tangerang Selatan
Namun, belum tahu pasti siapa sebenarnya otak di balik itu semua yang menjadikan lahan basah pada bisnis gelap tersebut untuk meraup pundi-pundi keuntungan diri sendiri.
Penulis : Za/Alx