JAKARTA, suararealitas.co – Laut yang selama puluhan tahun menjadi sumber nafkah nelayan Cilincing kini seperti dirampas.
Sejak Mei 2025, pagar-pagar beton raksasa berdiri di perairan, menutup jalur perahu, merusak ekosistem, dan menebar keresahan di kalangan nelayan tradisional.
Awalnya, hanya satu pagar yang berdiri. Namun tiga bulan berselang, jumlahnya bertambah menjadi tiga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Beton-beton kokoh itu seolah menjadi tembok raksasa yang memisahkan nelayan dengan laut mereka sendiri.
“Laut kami dicuri. Perahu tak bisa bebas keluar, ikan pun makin sulit dicari. Bagaimana kami bisa hidup kalau begini?,” ujar Rasyid (47), nelayan Cilincing dengan suara bergetar, Senin (9/9/2025).
Tiang pancang yang ditanam di dasar laut membuat arus berubah, lumpur menumpuk, dan jalur penangkapan ikan terhimpit.
Bahkan, nelayan yang hendak melaut terpaksa memutar jauh, menghabiskan lebih banyak bahan bakar, sementara hasil tangkapan semakin menipis.
Di media sosial, beredar video pemasangan pagar beton yang memicu pertanyaan publik: untuk siapa laut Cilincing kini dibangun tembok? Apakah proyek ini bagian dari reklamasi atau kepentingan industri tertentu? Hingga kini, belum ada penjelasan resmi yang menenangkan hati warga.
Bagi nelayan, laut bukan sekadar hamparan air asin—ia adalah kehidupan. Namun kini, kehidupan itu terasa dicekik oleh beton yang menjulang.
“Kami tidak minta apa-apa, hanya ingin laut tetap jadi ruang hidup kami,” tutup Rasyid.
Penulis : Kipray




































