KOTA TANGERANG, Suararealitas.co – Kota Tangerang tak hanya dijejali sampah udara pun kini terasa sesak oleh kegagalan sistemik yang diduga bersumber dari tubuh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang.
Sejak awal 2024, deretan persoalan menggunung tanpa solusi. Pengangkutan macet, truk-truk tua mogok, dan warga, tanpa pilihan lain, terpaksa membakar sampah mereka sendiri.
Ironisnya, ketika kota belum mampu menyelesaikan urusan dasar pengelolaan sampah, DLH justru menggelar uji coba pembakaran RDF (Refuse Derived Fuel) di kawasan Cipondoh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tak ada sosialisasi yang layak, tak ada pelibatan warga, dan tak ada jaminan keamanan lingkungan. Yang ada hanyalah asap. Warga mengeluh sesak, anak-anak batuk, udara jadi bau. Alih-alih solusi, RDF kini dituding sebagai “bom asap” yang meledak diam-diam di tengah permukiman.
“Kami tak tahu ini apa. Tiba-tiba ada bau tajam setiap pagi. Kami disuruh diam, tapi anak-anak kami yang batuk-batuk. Apakah nyawa kami serendah itu?” ujar A. Sobari warga Cipondoh.
DLH tak hanya dituding lalai secara teknis, tetapi juga diduga menggelontorkan anggaran besar pada proyek yang tak pernah tuntas.
Salah satunya, proyek ambisius Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) bersama PT Oligo Infra Energi. Sejak peletakan batu pertama, proyek ini nyaris tak bergerak.
Bangunan mangkrak, Tak ada penjelasan resmi, hanya diam panjang yang makin mencurigakan.
Puncaknya, Pada 2 Mei lalu, jurnalis investigasi Bahru Navizha melaporkan dugaan penyalahgunaan anggaran DLH ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Laporan bernomor 0172/GATRA-KOTA/V/2025 itu menyertakan permohonan agar Dirjen PSLB3 KLHK segera mengaudit proyek-proyek DLH Kota Tangerang yang dinilai sarat kejanggalan.
Sorotan tajam juga datang dari aktivis lingkungan, Erik Bandi, Koordinator Konsorsium Rakyat Tangerang Bersatu (KR-TB), yang menyebut DLH bukan sekadar gagal, tapi membahayakan rakyat.
“DLH hari ini bukan cuma tak mampu, tapi diduga mengkhianati mandatnya. Rakyat disuruh hirup asap, tapi pejabatnya menikmati anggaran. Proyek mangkrak, pencitraan jalan terus. Ini bukan kelalaian ini dugaan pelanggaran serius terhadap hak hidup sehat warga.” kata Erik
Erik menilai RDF dipaksakan tanpa kesiapan infrastruktur maupun perhitungan risiko.
“RDF itu tidak siap. Tapi tetap dipaksakan. Karena di balik asap itu, ada yang lebih tebal dari udara: kepentingan. Dan warga yang tak tahu apa-apa, jadi korban paling awal.”
Di media sosial, amarah warga terus bergema. Kata-kata seperti “DLH tidur nyenyak di atas bau sampah”, “asap rakyat, uang pejabat”, hingga “Kota Bau, DLH Pura-pura Tahu” ramai disuarakan. Tak sedikit yang meminta intervensi langsung dari pusat.
Kini, di antara tumpukan sampah, gedung mangkrak, dan bau menyengat, hanya satu yang terus bergerak: ketidakpercayaan publik. DLH Kota Tangerang, dalam diamnya, justru menghadirkan kegaduhan yang makin tak terbendung.
Sayangnya Hingga berita ini dilansir Kepala Dinas Lingkungan hidup kota Tangerang Wawan Fauzi enggan merespon wartawan terkait tudingan kebobrokan tersebut.




































