KOTA TANGERANG, Suararealitas.co — Nama Fakri Wahyudi, Kepala Bidang Bangunan di Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) Kota Tangerang, menjadi sorotan publik setelah serangkaian proyek infrastruktur bernilai miliaran rupiah yang berada di bawah koordinasinya dilaporkan bermasalah.
Sorotan tajam datang dari dugaan penyimpangan dalam proyek RSUD Jurumudi Baru tahun anggaran 2021–2022, yang telah dilaporkan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) ke Kejaksaan Negeri Kota Tangerang.
Proyek senilai Rp19,4 miliar itu diduga menyebabkan kerugian negara mencapai Rp757 juta. Hingga kini belum ada penjelasan resmi maupun perkembangan penanganan kasus yang dibuka ke publik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain itu, pembangunan SMP Negeri 34 Kota Tangerang yang digarap PT Somba Hasbo pada tahun anggaran 2022 juga sempat terhenti.
Proyek senilai Rp13 miliar itu tidak selesai tepat waktu dan pelaksananya dikabarkan meninggalkan pekerjaan sebelum rampung namun begitu bangunan tersebut kini telah digunakan untuk kegiatan belajar-mengajar, meski sejumlah ruang dilaporkan belum selesai seluruhnya.
“Kegiatan belajar sudah berjalan, tapi masih ada bagian bangunan yang belum tuntas. Kami berharap segera diselesaikan,” ujar Hutabarat seorang warga Kelurahan Panunggangan Barat.
Seluruh proyek tersebut berada di bawah koordinasi teknis Fakri Wahyudi, yang dalam jabatannya bertanggung jawab menyetujui dokumen gambar, mengarahkan pelaksanaan teknis, hingga mengawasi progres fisik di lapangan. Posisi strategis ini menjadikannya simpul penting dalam rantai pengambilan keputusan teknis dan administratif proyek.
Di balik laporan resmi, muncul pula kesaksian dari salah satu kontraktor yang pernah terlibat dalam proyek serupa. Ia menyebut adanya praktik pungutan tidak resmi yang terjadi secara sistematis, bahkan sebelum pekerjaan dimulai.
“Kadang kami diminta setor dulu, istilahnya ‘petik muda’. Alasannya macam-macam, mulai dari koordinasi sampai uang muka kelancaran. Nilainya bisa puluhan sampai ratusan juta, tergantung skala proyek,” ujarnya.
Menurutnya, permintaan tidak datang hanya dari pihak luar yang mengarahkan secara halus, namun tidak sedikit internal kedinasan secara vulgar diduga melakukan pemalakan kepadanya.
“Yang minta bukan cuma dari orang kampung atau preman. Dari internal dinas pun ada. Caranya halus, tapi tekanannya terasa. Kalau nggak dikasih, ya tahu sendiri lah… jadi ribet,” lanjutnya.
Pernyataan ini belum dapat diverifikasi secara independen dan tetap berada dalam ruang dugaan. Namun, pola serupa kerap kali muncul dalam laporan-laporan pengadaan di berbagai daerah.
Pengamat tata kota dan kebijakan publik, M. Harsono Tunggal Putra, menilai bahwa dugaan semacam ini tidak bisa dibiarkan menggantung tanpa klarifikasi dari instansi terkait.
“Ketika satu nama pejabat teknis berulang kali muncul dalam sejumlah proyek bermasalah, publik berhak bertanya. Ini soal tanggung jawab, bukan hanya legalitas, tapi juga integritas,” ujarnya.
Menurut Harsono, lambatnya penanganan laporan dan diamnya institusi teknis justru memperlebar krisis kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi.
“Kalau pengawasan lemah dan tidak ada evaluasi terbuka, maka proyek yang dibiayai uang rakyat berubah menjadi beban. Akuntabilitas tidak boleh berhenti di angka serapan anggaran,” tegasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, Fakri Wahyudi belum memberikan tanggapan atas permintaan konfirmasi yang telah dikirimkan melalui pesan singkatnya, namun dalam keadaan tidak aktif.