Jakarta, Suararealitas.co– Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Asphija) menyatakan penolakan terhadap rencana penerapan Peraturan Daerah (Perda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang mencakup larangan aktivitas merokok di tempat hiburan malam. Mereka menilai, kebijakan tersebut disusun tanpa melibatkan pelaku usaha dan berpotensi menimbulkan dampak serius terhadap keberlangsungan industri hiburan di ibu kota.
Dalam pertemuan bersama perwakilan pelaku usaha dan sejumlah anggota DPRD DKI Jakarta, Asphija menyampaikan bahwa mereka tidak pernah dilibatkan dalam proses pembahasan rencana perda tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kita tidak pernah diajak bicara. Tiba-tiba muncul wacana larangan merokok di tempat hiburan malam. Padahal seharusnya, kalau aturan itu menyangkut dunia hiburan, pelaku usahanya juga diajak,” ujar Kuku, perwakilan Asphija Jakarta Selatan, yang juga dikenal sebagai pengusaha café dan resto di wilayah tersebut.
Menurut Kuku, tempat hiburan justru merupakan sektor terakhir yang seharusnya diatur dalam kebijakan pengendalian merokok, mengingat pengawasan di sektor ini sudah sangat ketat.
“Kalau dirunut, biasanya dimulai dari tempat kesehatan, kantor pemerintahan, tempat olahraga, hotel, rumah sakit, baru tempat hiburan. Hiburan itu paling terakhir, karena untuk masuk saja ada batas usia minimal 21 tahun,” ujarnya.
Kuku juga menyoroti potensi timbulnya praktik pungutan liar jika kebijakan tersebut diterapkan tanpa mekanisme pengawasan yang jelas.
“Kalau aturan seperti ini dipaksakan, malah bisa jadi celah pungli. Orang lapangan nanti bisa memanfaatkan situasi ini untuk mencari keuntungan,” tegasnya.
Sementara itu, Gea Hermansyah, perwakilan Asphija DKI Jakarta, menambahkan bahwa dunia hiburan malam selama ini sudah tunduk pada berbagai regulasi ketat, termasuk izin usaha berisiko tinggi serta aturan pengawasan alkohol dan usia pengunjung. Karena itu, larangan merokok di tempat hiburan dinilai tidak relevan dan justru kontraproduktif.
“Kita ini pelaku usaha yang berizin resmi. Semua sudah diatur—dari izin usaha, pengawasan alkohol, sampai batas usia pengunjung. Kalau tiba-tiba dilarang merokok tanpa dialog, itu aneh. Tempat hiburan bukan ruang publik bebas anak-anak,” jelas Gea Hermansyah.
Gea juga menegaskan, banyak pengunjung yang menikmati hiburan dengan merokok tanpa mengganggu orang lain.
“Tidak semua orang datang untuk minum. Ada yang hanya ingin bersantai, menikmati musik, dan merokok. Itu bagian dari cara mereka menikmati hiburan,” tambahnya.
Asphija berharap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan DPRD membuka ruang dialog dengan para pelaku usaha sebelum perda tersebut disahkan.
“Kami bukan menolak aturan. Kami hanya ingin diajak bicara. Kalau memang tujuannya baik, mari kita duduk bersama mencari solusi yang adil dan realistis,” ujar Kuku menegaskan.
Asphija memastikan akan terus mengawal proses pembahasan perda ini. Jika aspirasi mereka tidak diakomodasi, para pengusaha hiburan berencana mendatangi Gedung DPRD DKI Jakarta untuk menyampaikan penolakan secara langsung.
“Kami siap mengawal terus. Kalau tidak dilibatkan dan perda ini tetap dipaksakan, kami akan turun langsung ke DPRD. Kami menolak tegas larangan merokok di tempat hiburan malam,” tutup Gea Hermansyah.




































