JAKARTA, suararealitas.co – Pembangunan gedung baru kejaksaan negeri (Kejari) Jakarta Utara di atas lahan 4.500 meter persegi milik pemerintah provinsi DKI Jakarta, seharusnya menjadi langkah positif untuk memperkuat layanan publik. Namun, dasar hukum yang pakai menimbulkan pertanyaan serius.
Landasan pinjam pakai aset ini adalah SK Gubernur DKI Jakarta No.873 Tahun 2024 yang di tanda tangani oleh PJ Gubernur Teguh Setyabudi.
Nota kesepakatan di tekan bersama Kejati DKI Jakarta Patris Yulian Jaya pada tanggal 21 Januari 2025 lalu tidak bisa di anggap kebijakan rutin biasa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pinjam pakai aset pemerintah untuk lembaga pusat tidak bisa di sebut hal biasa, bila prosedur dilanggar dan ada kerugian negara.
Hal tersebut punya konsekuensi hukum serta batal demi hukum di PTUN, bahkan tindak pidana bila ada unsur penyalahgunaan wewenang.
Resiko Hukum dan Tata Kelola
Tanpa izin Mendagri, perjanjian ini berpotensi cacat administrasi. Konsekuensinya, SK Gubernur bisa di batalkan dan jika di gugat ke PTUN berpotensi di nyatakan tidak sah.
“Pinjam pakai aset pemerintah untuk lembaga pusat tidak bisa di sebut hal biasa. Itu keputusan strategis yang wajib mendapat ijin dari Mendagri. Tanpa itu jelas cacat administrasi,” tegas Dr Budi Sentosa, pakar administrasi publik dari Universitas Indonesia, dikutip suararealitas.co dari berbagai sumber, Rabu (17/9/2025).
Selain itu, BPK dan Inspektorat dapat menemukan temuan diatas jika tidak sesuai mekanisme PP No. 27 tahun 2014
dan Permendagri No. 19 tahun 2016.
Menurut Dr. Chairul Huda, SH.,MH selaku Pakar Hukum Pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta menyebut, bahwa penyalahgunaan kewenangan merupakan unsur pokok yang menjadi penyebab kerugian keuangan negara atau perekonomian negara.
“Sebagaimana Pasal 3 UU Tipikor.
Artinya, kalau kewenangan disalahgunakan, terutama jika prosedur di langgar, bisa memicu kerugian negara, yang bisa masuk ranah pidana korupsi,” sebut Dr. Chairul seperti dikutip dari laman fai.umj.ac.id, di Jakarta.
Menguji Transparansi
Publik berhak tahu, apakah Mendagri pernah memberikan persetujuan tertulis untuk keputusan PJ Gubernur DKI tersebut, karena ketiadaan dokumen tersebut dapat menimbulkan persepsi publik bahwa adanya dugaan ditutupi, atau minimal ada prosedur hukum yang di abaikan.
Pemerintah daerah harus transparan, jika tidak ada dokumen persetujuan, sebaiknya diakui terbuka agar publik tidak curiga.
Justru dengan transparansi, Pemprov menjaga kredibilitasnya. Begitu juga masyarakat dan lembaga pengawas harus aktif meminta akses informasi dan memantau apakah SK atau perjanjian dipakai sesuai ketentuan.
Dalam konteks tata kelola pemerintahan transparansi adalah kunci. Pemprov DKI semestinya segera membuka dokumen resmi ke publik, agar tidak berkembang spekulasi liar.
Tanpa itu keputusan semula dimaksudkan untuk kepentingan publik, justru bisa berubah menjadi krisis legitimasi.
Diberitakan sebelumnya, proyek pembangunan gedung baru Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara di Jl. Yos Sudarso No. 27-29, Tanjung Priok yang sudah beberapa hari dikerjakan rupanya menuai reaksi masyarakat sekitar.
Pasalnya, pada aktivitas pekerjaannya ada sejumlah pengaduan yang dirasakan warga sekitar pada proyek tersebut, seperti terganggu adanya kebisingan dan terjadi getaran terhadap lingkungan.
“Mengganggu sekali sampai kami tegor kedepan. Mereka juga tanpa sosialisasi ke warga, kegiatan sampe malem loh mas, kasih tau kek, ini mah kegiatan aja. Seperti tidak ada harganya sama sekali kami disini. Kebisingan dan getaran yang luar biasa. Itu yang dikeluhkan dari kami, yang harus memang disikapi pihak proyek,” ungkap warga Jati V C, Sungai Bambu, Tanjung Priok, Jakarta Utara berinisial MR saat mengadu ke suararealitas.co, Kamis (11/9/2025) sore.
Namun begitu, Abdul selaku pelaksana proyek dari pemenang tender mengaku bahwa pihaknya sudah datang ke rukun warga (RW) setempat untuk sosialisasi kepada masyarakat sekitar.
“Ini sudah konfirmasi ke RW dan sudah sosialisasi. Ini tadinya kan mau dibangun Rusun, makanya gajadi dan dibangunlah Kantor Kejaksaan. Karena Rusun sangat rawan tawuran dengan akses pinggir jalan, dan tidak ada jalan keluarnya. Kantor Kejaksaan yang lama sudah tidak memadai lagi sehingga rawan kemacetan,” ungkap Abdul didampingi Ahmad sebagai pengawas proyek saat dikonfirmasi di lokasi proyek.
Dia pun menambahkan, bahwa proyek tersebut menggunakan anggaran APBN 2026 dengan dana pagu senilai Rp. 96,018,000,000.00.
“Mungkin estimasi pengerjaannya sampai selesai di tahun 2026,” pungkasnya.
Sampai berita ini ditayangkan, belum ada tanggapan resmi dari Pemprov DKI Jakarta, BPAD maupun pemenang tender, suararealitas.co tengah berusaha melakukan konfirmasi kepada pihak terkait. Konfirmasi akan dimuat pada kolom berikutnya.




































