Jakarta,Suararealitas.co – Dua asosiasi industri nasional, yakni Asosiasi Produsen Alat Dapur dan Makan (ASPRADAM) serta Asosiasi Produsen Wadah Makan Indonesia (APMAKI), secara tegas menyatakan kesiapan dan komitmennya untuk menjadi mitra strategis pemerintah dalam menyukseskan Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang kini menjadi agenda prioritas nasional.
Dalam konferensi pers yang berlangsung di Hotel Best Western, Senayan, Jakarta, Kamis (31/7), para pelaku industri menyampaikan keyakinan bahwa sektor dalam negeri mampu menyediakan wadah makan atau food tray berkualitas tinggi sesuai standar nasional, tanpa harus membuka keran impor.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami tidak hanya siap, tapi telah lama mempersiapkan diri. Industri lokal mampu memenuhi kebutuhan food tray dalam jumlah besar, dengan kualitas terbaik, sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) 9369:2025,” tegas Andi, perwakilan dari ASPRADAM. Menurutnya, mayoritas produsen lokal telah menanamkan investasi miliaran rupiah untuk membangun lini produksi yang modern dan memenuhi prinsip higienitas serta keberlanjutan.
Alie Cendrawan, Perwakilan dari PT Makmur Bersamasama Garuda, menyebutkan bahwa kapasitas produksi nasional saat ini telah mencapai lebih dari 10 juta unit per bulan, jauh melampaui estimasi kebutuhan harian dapur Program MBG. Kapasitas ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak perlu bergantung pada produk impor, jika kemauan politik dan regulasi pemerintah berpihak kepada industri nasional.
Namun demikian, industri merasa perjuangan mereka tidak mudah. Masih maraknya praktik impor ilegal, penjualan produk tanpa PPN, pemalsuan label SNI, dan pencantuman “Made in Indonesia” palsu oleh produk asal Tiongkok menjadi tantangan serius yang mengancam keberlangsungan industri dalam negeri.
“Kami menemukan banyak produk berbahan stainless steel tipe SS 201 yang diselundupkan dan dipasarkan bebas di dalam negeri. Padahal bahan ini mudah teroksidasi, reaktif terhadap asam dan suhu tinggi, serta berpotensi mencemari makanan. Ini membahayakan jutaan anak-anak Indonesia,” ujar Robert Susanto, Presiden Direktur PT Bintang Matrix Indonesia.
Sebaliknya, food tray lokal menggunakan bahan SS 304 yang telah terbukti aman, tidak mudah bereaksi terhadap panas dan zat asam, serta tahan terhadap migrasi logam berat. “Ironisnya, hanya 12% dari total kapasitas produksi nasional yang terserap pasar. Jika praktik impor ilegal ini terus dibiarkan, industri nasional bisa mati sebelum berkembang,” tambahnya.
Para pelaku industri mendesak Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk segera melakukan penertiban menyeluruh. Mulai dari pengawasan impor, penegakan hukum terhadap distributor ilegal, hingga verifikasi ketat terhadap produk-produk yang mengklaim telah memenuhi SNI atau diproduksi di dalam negeri padahal bukan.
“Jika pemerintah menginginkan keberhasilan jangka panjang dari Program Makan Bergizi Gratis, maka rantai pasok pendukungnya harus kuat dan mandiri. Di sinilah peran kami sebagai industri dalam negeri. Kami hanya minta keadilan dalam regulasi dan perlindungan dari praktik curang,” ujar salah satu pelaku industri dari Cikarang.
Tak hanya menopang kebutuhan skala besar, industri food tray nasional juga memberi efek domino terhadap pertumbuhan UMKM lokal, pembukaan lapangan kerja, serta peningkatan pendapatan negara melalui pajak.
“Dengan keberpihakan regulasi, kami siap menjadi tulang punggung penyediaan wadah makan anak-anak Indonesia. Ini bukan sekadar produk industri ini adalah kontribusi nyata untuk masa depan generasi bangsa,” tutup Andi.




































