Digugu dan Ditiru, Kini Jadi Gugatan hingga Rusak: Siapa yang Bermain Dibalik Tumpulnya Peran Guru Indonesia?

- Jurnalis

Minggu, 2 November 2025 - 19:30 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

ILUSTRASI: guru sedang mengajar. (Foto: Istimewa)

ILUSTRASI: guru sedang mengajar. (Foto: Istimewa)

JAKARTA, suararealitas.co – Dulu, guru adalah sosok yang digugu dan ditiru. Ucapannya adalah nasihat, perilakunya adalah teladan.

Ia bukan sekadar pengajar, melainkan penjaga moral bangsa, penjaga nalar, dan penjaga jiwa anak negeri agar tetap berakhlak dan berakal sehat. Tetapi kini, zaman berganti, makna guru terguncang.

Di negeri yang katanya menjunjung tinggi pendidikan, justru guru sering menjadi pesakitan, dituduh, dilaporkan, bahkan dipenjara hanya karena mencoba mendisiplinkan muridnya yang mulai kehilangan arah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Apa yang sesungguhnya terjadi? Mengapa guru yang dulu dihormati kini justru dijadikan kambing hitam?

Persimpangan Zaman

Perubahan sosial dan teknologi telah mengubah ruang kelas menjadi medan konflik nilai. Murid datang ke sekolah bukan lagi untuk belajar, tapi untuk mencari pembenaran atas egonya.

Sementara orang tua yang dulu menyerahkan anaknya kepada guru dengan penuh kepercayaan, kini mudah menggugat ketika anaknya tersinggung, dimarahi, atau ditegur.

Guru tidak lagi punya kewibawaan, mereka harus berhati-hati, karena sedikit saja salah kata, bisa viral di media sosial dan berujung pidana.

Kita hidup di zaman ketika guru lebih takut pada kamera ponsel daripada murid takut pada kebodohan.

Sisa Pola Penjajahan

Mari bertanya lebih dalam: apakah kondisi ini kebetulan?

Baca Juga :  Andra Soni Terima Penghargaan Tangerang Pos Award, Ajak Pers Bangun Banten Lewat Literasi

Ataukah memang ada tangan tak terlihat yang berusaha melemahkan pilar pendidikan bangsa ini?

Sejarah mengajarkan bahwa kolonialisme tidak selalu berwujud senjata dan kapal perang.

Kolonialisme baru bekerja melalui pembusukan nilai dengan cara memutus mata rantai moral dan akal bangsa, serta guru, sebagai penjaga utama nilai-nilai itu, menjadi target utama pelemahan.

Selama guru takut berbicara, takut menegur, takut mendidik dengan disiplin, maka generasi yang lahir adalah generasi tanpa karakter, tanpa arah, dan mudah diatur.

Bukankah itu yang diinginkan oleh sisa-sisa kolonialisme lama, bangsa besar yang tetap bermental budak?

Pendidikan Dipisahkan dari Akhlak

Sistem pendidikan kini didesain dengan logika industri bukan kemanusiaan. Semua diukur dengan angka, bukan dengan nurani. Anak dinilai dari rapor, bukan dari moral.

Akibatnya, ketika guru menanamkan nilai-nilai akhlak, ia justru dianggap melanggar “batas profesionalisme”.

Padahal, pendidikan sejati bukan sekadar transfer of knowledge, tapi juga transfer of virtue dengan perpindahan nilai dan kebijaksanaan hidup.

Namun kini, guru yang menegur murid malas disebut “abusive”, guru yang menampar murid nakal dipenjara, sedangkan murid yang menghina guru justru dilindungi oleh dalih “hak anak”. Ini bukan sekadar ironi, ini tragedi bangsa.

Baca Juga :  Riggers Day Java West Region – Peringatan Bulan K3 Nasional PT. Huawei Tech Investment 2025

Siapa Dalang Dibalik Permainan Ini?

Permainan ini kompleks. Ada tiga pihak yang diuntungkan yakni;

1. Kaum birokrat pendidikan yang sibuk dengan proyek kurikulum tapi lupa pada ruh pendidikan.

2. Industri digital dan globalisasi budaya yang menjadikan generasi muda konsumtif dan anti-otoritas.

3. Kekuatan global yang ingin Indonesia tetap terbelenggu kebodohan moral agar mudah dipecah dan dikendalikan.

Dengan melemahkan guru, maka hilanglah satu-satunya benteng terakhir bangsa, dan ketika benteng itu runtuh, siapa yang akan menjaga masa depan anak-anak kita?

Mengembalikan Marwah Guru

Bangsa ini harus kembali pada akarnya: guru adalah pahlawan tanpa senjata.

Negara harus melindungi guru sebagaimana melindungi prajurit di medan perang, sebab mereka berjuang di medan yang lebih sulit, medan melawan kebodohan dan moral yang lapuk.

Mendidik itu bukan sekadar profesi, melainkan jihad kebangsaan. Maka sudah seharusnya, setiap orang tua, birokrat, dan masyarakat bersatu membela guru, bukan menggugatnya.

Karena ketika guru berhenti mendidik dengan hati, maka tamatlah bangsa ini, dan ketika guru takut berbicara, maka yang berkuasa hanyalah kebodohan.

Bahkan, guru adalah cermin peradaban. Jika guru dilemahkan, berarti bangsa sedang menghancurkan dirinya sendiri.

Penulis: Manat Rahmad

Berita Terkait

Kakanwil Kamenag Provinsi Banten, Bacakan Ikrar Santri di Hari Santri
Andra Soni Terima Penghargaan Tangerang Pos Award, Ajak Pers Bangun Banten Lewat Literasi
Pengutipan Berita Tak Lagi Gratis: Menuju Era Royalti Karya Jurnalistik 
Terbengkalai Inventarisasi Aset Objek Wisata di Indramayu, Nasibnya Bagai Rumah Hantu: Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?
Dipilih Lagi Sebagai Ketum PWI Pusat, Mengapa Hendry Ch Bangun Layak dan Pantas ?
Perempuan dalam Kriket Bukan Hanya Menggenggam Bat Tetapi Mematahkan Batasan
Kekuatan Abadi Lagu Lama dan Mengapa Melodi Masa Lalu Tetap Relevan
Rahasia di Balik Garis-Garis Zebra Bukan Sekadar Pola, tapi Kunci Bertahan Hidup

Berita Terkait

Minggu, 2 November 2025 - 19:30 WIB

Digugu dan Ditiru, Kini Jadi Gugatan hingga Rusak: Siapa yang Bermain Dibalik Tumpulnya Peran Guru Indonesia?

Kamis, 23 Oktober 2025 - 15:32 WIB

Kakanwil Kamenag Provinsi Banten, Bacakan Ikrar Santri di Hari Santri

Sabtu, 11 Oktober 2025 - 21:52 WIB

Andra Soni Terima Penghargaan Tangerang Pos Award, Ajak Pers Bangun Banten Lewat Literasi

Jumat, 10 Oktober 2025 - 16:13 WIB

Pengutipan Berita Tak Lagi Gratis: Menuju Era Royalti Karya Jurnalistik 

Selasa, 2 September 2025 - 16:52 WIB

Terbengkalai Inventarisasi Aset Objek Wisata di Indramayu, Nasibnya Bagai Rumah Hantu: Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?

Berita Terbaru

Berita Aktual

Polsek Sunda Kelapa Gelar Ngopi Kamtibmas Bersama DKM Masjid

Selasa, 11 Nov 2025 - 09:24 WIB

Berita Aktual

Gubernur Usulkan Dua Proyek DKI Masuk PSN ke Menko Perekonomian

Selasa, 11 Nov 2025 - 06:27 WIB