KOTA TANGERANG, Suararealitas.co – Sebuah kecelakaan kerja kembali membuka borok lama Kota Tangerang: jaringan kabel udara yang semrawut, menjuntai rendah, dan dibiarkan tanpa pengawasan berarti.
Selasa (10/06/2025), seorang petugas angkut sampah dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang terjatuh dari atas truk dinas bernomor polisi B 9048 COQ. Ia terjerat kabel udara yang membentang rendah di Jalan Buaran PLN, Kelurahan Kelapa Indah, Kecamatan Tangerang. Tubuhnya menghantam aspal dengan keras, tak sadarkan diri di tengah kerumunan warga yang terkejut dan panik.
Juman, salah satu saksi mata, menyampaikan bahwa insiden itu bukan akibat kesetrum, melainkan murni karena kabel yang terlalu rendah dan menghalangi jalan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Tidak kesetrum, sebelumnya ada mobil mini bus yang lewat juga tersangkut, sama pengemudinya disangkutin kabel itu ke pinggir. Nah, tadi juga dipegang sama warga kabelnya setelah tukang sampah itu jatuh,” ujarnya.
Tak ada ambulans. Tak ada protokol evakuasi. Warga akhirnya mengangkut korban dengan kendaraan bak terbuka yang kebetulan lewat, menuju RSUD Kota Tangerang. Di kota yang konon pintar, nyawa justru diangkut seadanya.
Kejadian ini memicu reaksi keras dari Wakil Ketua DPRD Kota Tangerang, Andri S. Permana. Ia menyampaikan pernyataan yang terdengar seperti ultimatum bagi Pemerintah Kota.
“Jangan tunggu korban berjatuhan lagi, ini sebuah ultimatum keras Pemerintah Kota Tangerang, karena keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi. Jangan sampai kita tidak belajar dari peristiwa hari ini,” tegasnya.
Lebih jauh, Andri menyoroti lemahnya standar operasional prosedur (SOP) dinas terkait serta tidak adanya penertiban kabel udara yang selama ini hanya diberi teguran.
“Yang tidak kalah penting, kabel-kabel semrawut harus segera dipindah, tidak hanya diberikan teguran-teguran semata,” ujarnya.
Namun sorotan terhadap kabel udara di Tangerang bukan barang baru. Bertahun-tahun kondisi ini dikeluhkan warga, namun penyelesaiannya selalu tertahan oleh birokrasi dan tarik-ulur antarinstansi. Hingga kini, tidak ada Peraturan Daerah (Perda) yang secara khusus mengatur tata kelola dan relokasi kabel udara atau fiber optik.
Hilman Santosa, pemerhati kebijakan publik Kota Tangerang dari Poros Tangerang Solid (PORTAS), menyebut kekacauan ini bukan hanya masalah teknis, tetapi cerminan ketidakseriusan pemerintah daerah dalam melindungi warganya.
“Pemkot katanya mau nurunin kabel, tapi nyatanya sampai sekarang nggak ada tindakan di lapangan. Alasannya selalu nanti-nanti, padahal warga terus dirugikan,” ujarnya.
Ia juga menyinggung buruknya manajemen perizinan dan relokasi kabel yang membuat relokasi fiber optik terbengkalai.
“Semrawutnya kabel di Kota Tangerang itu cerminan dari pabiliut birokrasi di balik perizinan. Nggak ada koordinasi yang jelas antara Pemkot, operator jaringan, dan dinas terkait. Akhirnya ya terbengkalai,” jelasnya.
Lebih tajam, Hilman menuding sebagian pejabat yang bertanggung jawab terhadap persoalan ini justru lebih sibuk membangun pencitraan di media sosial ketimbang menyelesaikan masalah mendasar yang mengancam keselamatan publik.
“Yang ngurus kabel FO malah sibuk selfie, sibuk pencitraan, padahal rakyatnya dicekik kabel di jalan. Mereka lupa, yang mati itu bukan angka, tapi manusia,” tegasnya.
Tanpa kejelasan regulasi, proyek galian dan pemasangan kabel optik pun kerap berjalan tanpa arah. Banyak tiang yang berdiri tanpa izin final, kabel yang menjuntai tanpa tanggung jawab, dan nyawa warga yang terus dipertaruhkan di ruang publik yang seharusnya aman.
“Di kota yang kerap bangga dengan digitalisasi dan modernisasi, kabel justru jadi jebakan di langit tinggi. dan pejabat negara, seperti biasa sibuk Selfi,” tutup Hilman.