JAKARTA, suararealitas.co – Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah program pemerintah yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sejak 1 Januari 2024.
Program ini merupakan integrasi dari berbagai skema jaminan kesehatan sebelumnya, seperti ASKES, Jamkesmas, Jamkesda, dan JPK Jamsostek yang bertujuan untuk memberikan perlindungan sosial di bidang kesehatan kepada seluruh rakyat Indonesia, tanpa diskriminasi, dengan prinsip gotong royong.
Program ini merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, dan pelaksanaannya diatur lebih lanjut dalam UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS Kesehatan dalam mewujudkan Universal Health Coverage (UHC) atau cakupan semesta, mengelompokkan peserta JKN ke dalam beberapa segmen berdasarkan status sosial ekonomi dan jenis pekerjaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berikut adalah kategori utama peserta JKN;
1. Penerima Bantuan Iuran (PBI)
- Dibiayai oleh pemerintah pusat atau daerah.
- Diperuntukkan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.
- Terdaftar melalui Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
- Iuran dibayarkan oleh APBN (PBI Pusat) atau APBD (PBI Daerah).
2. Pekerja Penerima Upah (PPU)
- Peserta yang bekerja dan menerima gaji atau upah tetap.
- Iuran dibayarkan sebagian oleh pemberi kerja dan sebagian oleh pekerja. Contoh: Pegawai Negeri Sipil (PNS), Anggota TNI/Polri, Pegawai BUMN/BUMD, Karyawan swasta.
3. Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU)
- Pekerja sektor informal atau mandiri yang tidak menerima gaji tetap.
- Membayar iuran secara mandiri tanpa kontribusi pemberi kerja. Contoh: pedagang, petani, nelayan, ojek online, wiraswasta, freelancer.
4. Bukan Pekerja (BP)
- Peserta yang tidak bekerja, namun mendaftar secara mandiri.
- Termasuk investor, pensiunan, pemilik usaha, atau lansia yang tidak bekerja.
- Kelas Segmen Iuran (per orang/bulan) Kelas 1 PBPU/BP Rp 150.000, Kelas 2 PBPU/BP Rp 100.000, Kelas 3 PBPU/BP (dengan subsidi) Rp 42.000 (Rp7.000 disubsidi pemerintah) PPU Pekerja + Pemberi Kerja 5% dari upah, dibagi 4% perusahaan dan 1% pekerja PBI Pemerintah Rp 42.000 (100% dibayar pemerintah) Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
BPJS Kesehatan merupakan kelompok informal yang terdiri dari pekerja informal, wiraswasta, petani, nelayan, dan pelaku UMKM.
Peserta PBPU membayar iuran secara mandiri yang sampai saat ini tingkat kepatuhan pembayaran iuran masih rendah dan hal ini dapat berdampak pada keberlanjutan pembiayaan JKN.
Berdasarkan data BPJS Kesehatan 69.627.450 peserta PBPU terdaftar dalam program JKN, yang berkontribusi sebesar 26,2% dari total peserta JKN yang mencapai 265,6 juta orang per Desember 2023.
Namun, lebih dari setengahnya atau sekitar 17 juta peserta PBPU tercatat tidak aktif membayar iuran, dengan sekitar 14,8 juta di antaranya menunggak iuran.
Tingkat kepatuhan pembayaran iuran PBPU masih rendah, berkisar antara 40–60%, jauh di bawah peserta penerima upah (PU) seperti pegawai negeri dan swasta yang memiliki sistem pemotongan langsung dari gaji.
Terpantau, ditahun 2022 iuran PBPU secara nasional tercatat sekitar 54% dengan total tunggakan mencapai Rp10 triliun, sementara di tahun 2023, sebanyak 41,8 juta peserta JKN nonaktif karena mutasi atau PBPU-TTI dan tahun 2024.
BPJS Kesehatan melaporkan bahwa 15,3 juta peserta JKN menunggak pembayaran iuran, dengan total tunggakan diperkirakan mencapai Rp20 triliun.
Rendahnya kepatuhan ini menyebabkan banyak peserta PBPU berdampak pada risiko pembiayaan JKN secara keseluruhan dan meningkatkan potensi defisit anggaran layanan kesehatan nasional.
Kebijakan iuran flat Rp42.000 – Rp150.000 bagi PBPU tidak sesuai dengan kemampuan ekonomi beragam, menyebabkan 14,8 juta tunggakan (Rp20 triliun).
Reformasi berbasis penghasilan dan kolaborasi dengan komunitas lokal diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan.
Tanpa intervensi, defisit JKN akan membebani sustainabilitas sistem kesehatan nasional.
Penulis : Fitri Adriani, Moh Akhtar Setia R.E.D, Rajman Makka, Nurhidayat, Rosdiana, Alwia Assagaf, Sopia Gobai, Munadiah Wahyudin
Sumber Berita: Policy Brief
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya