Jakarta, Suararealitas.co — Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (ASPEBINDO) menggelar talkshow nasional bertajuk “Optimalisasi Gasifikasi Batubara untuk Ketahanan dan Transisi Energi Nasional” di Jakarta, Kamis (17/7).
Acara ini menghadirkan Beberapa Pakar lintas sektor, di antaranya: Anggawira Ketua Umum ASPEBINDO, Rio Supin Presiden Direktur PT Bumi Etam Chemical, Ahmad Balya Wakil Ketua Bidang 1 Hukum & Advokasi Kebijakan Publik ASPEBINDO, Rahmat Ginanjar Pokja Hilirisasi Minerba ESDM, Jamil Amir Baduwi Vice President PT Amit Brother Gasification, pakar coal-to-chemical internasional, Mahendra Adinegara Ketua Bidang I Regulasi dan Advokasi Kebijakan Publik ASPEBINDO.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Talkshow ini menjadi wadah strategis untuk mempertemukan pemikiran dari kalangan industri, pemerintah, dan praktisi global dalam memetakan peran batubara terutama melalui teknologi gasifikasi dalam mendukung agenda transisi energi nasional secara realistis dan berdaulat.
Komitmen ASPEBINDO untuk Kedaulatan Energi
Ketua Umum ASPEBINDO, Anggawira, dalam sambutannya menegaskan bahwa ASPEBINDO berkomitmen kuat mendukung program transisi energi nasional yang diinisiasi oleh pemerintah, termasuk proyek gasifikasi batubara sebagai solusi strategis.
“Nanti kalau Bumi Etam bisa jalan, ya pasti kita akan support. Terutama untuk teman-teman pengusaha di Jakarta, tapi juga perusahaan dunia asli. Kami di ASPEBINDO terus mendorong sinergi dan kolaborasi agar bisa menciptakan solusi berbeda dalam mendukung apa yang telah dicanangkan Presiden di AstaCita yakni kedaulatan, kemajuan, dan kemandirian di bidang energi,” ujar Anggawira.
Ia juga menegaskan bahwa batubara harus dipandang sebagai aset transformasional, bukan sekadar sumber energi konvensional, terutama dengan hadirnya teknologi gasifikasi dan hilirisasi.
Gasifikasi Batubara: Jalan Menuju Industri Bernilai Tambah
Presiden Direktur PT Bumi Etam Chemical, Rio Supin, menjelaskan bahwa Indonesia terlalu lama bergantung pada batubara untuk pembangkit listrik. Padahal, potensi hilirisasi batubara sangat luas.
“Batubara bisa diubah menjadi amonia, metanol, olefin, gasoline, diesel sintetis, bahkan produk-produk kimia dasar yang menyusun industri tekstil dan plastik. Di Tiongkok, semua ini sudah terjadi. Kita hanya tinggal meniru dengan dukungan kebijakan yang tepat,” jelas Rio.
Menurutnya, dengan cadangan batubara sebesar 31,7 miliar ton, Indonesia harus memanfaatkan sumber daya ini sebelum dunia benar-benar meninggalkan batubara karena tekanan dekarbonisasi global.
Sorotan Regulasi: Masih Perlu Penegasan Lembaga dan Aturan Turunan
Dari sisi regulasi, Rahmat Ginanjar , perwakilan Pokja Hilirisasi Minerba Kementerian ESDM, menegaskan bahwa hilirisasi batubara sudah menjadi bagian dari agenda prioritas nasional. Beberapa regulasi yang mendasarinya antara lain:
– UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
– PP No. 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan
– PP No. 2 Tahun 2022 tentang Kemudahan Proyek Strategis Nasional, termasuk royalti 0%
Namun, menurut Ahmad Balya, Wakil Ketua Bidang 1 Hukum & Advokasi Kebijakan Publik ASPEBINDO, masih ada kekosongan hukum di level teknis dan kelembagaan.
“Gasifikasi memang disebut dalam UU Minerba, tapi belum ada lembaga seperti SKK Migas atau BPH Migas yang mengatur khusus hilirisasi batubara. Kalau ingin berkelanjutan, harus ada tata kelola institusional yang kuat,” ujar Ahmad.
Industri Siap, Tapi Terhalang Infrastruktur dan Logistik
Sementara itu, Jamil Amir Baduwi, Vice President PT Amit Brother Gasification dan pakar coal-to-chemical global, menyatakan bahwa Indonesia tidak kekurangan kemampuan teknologi untuk gasifikasi. Tantangannya justru pada infrastruktur dan logistik berat.
“Gasifier itu bisa seberat 800 ton dan panjang 90 meter. Perlu pelabuhan khusus, jalan berat, dan perizinan yang terintegrasi. Bukan hanya soal teknologi, tapi kesiapan ekosistem logistik,” jelas Jamil.
Ia mendorong model Coal-to-X (CPX) sebagai pendekatan strategis nasional mengubah batubara menjadi DME, metanol, amonia, hingga bahan bakar sintetis dan kimia dasar, dengan umur keekonomian proyek mencapai lebih dari 25 tahun.
Roadmap Nasional & Carbon Capture
Mahendra Adinegara, Ketua Bidang I Energi ASPEBINDO, bersama dengan Rahmat Ginanjar dari Pokja Hilirisasi Minerba, menggarisbawahi pentingnya roadmap jangka panjang untuk mendukung proyek gasifikasi, termasuk peran swasta, BUMN, dan kerja sama luar negeri.
Diskusi juga menyentuh peluang Indonesia dalam pengembangan Carbon Capture and Storage (CCS) untuk menjadikan gasifikasi lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan, sejalan dengan target penurunan emisi nasional.




































