Jakarta, Suararealitas.co – Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, mengapresiasi kerja sama antara Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta dalam pengelolaan sampah dan pengembangan urban farming. Kolaborasi tersebut ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) di Balai Kota Jakarta, pada Jumat (10/10/2025).
“Saya sangat gembira karena penandatanganan MoU ini melahirkan kolaborasi yang membawa manfaat besar bagi warga NU dan masyarakat Jakarta,” ujarnya.
Gubernur Pramono menyambut baik inisiatif tersebut sebagai langkah nyata sinergi antara pemerintah daerah dan komunitas keagamaan, dalam menghadapi tantangan lingkungan perkotaan dan mewujudkan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurutnya, persoalan sampah masih menjadi tantangan besar bagi Jakarta. Saat ini, volume sampah di Ibu Kota mencapai 7.700–8.000 ton per hari, dengan total timbunan sekitar 55 juta ton di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi. “Kalau 10 persen saja dari total sampah itu bisa ditangani lewat kerja sama ini, dampaknya akan luar biasa,” ungkapnya.
Gubernur Pramono menambahkan, langkah ini sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat yang menyiapkan Peraturan Presiden tentang Waste to Energy, yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Ia menilai, peraturan tersebut akan membuka peluang bagi Pemprov DKI Jakarta untuk membangun lebih banyak PLTSa di masa depan.
“Sampah yang dulu dianggap beban, sebentar lagi bisa menjadi harta karun. Jika Jakarta memiliki empat PLTSa dengan kapasitas total sekitar 150 MW, manfaatnya akan sangat besar dalam mengatasi polusi dan mengurangi volume sampah,” jelasnya.
Gubernur Pramono berharap melalui pembangunan Refuse Derived Fuel (RDF) Rorotan dan gerakan 10 persen memilah sampah dari rumah, Jakarta dapat menurunkan volume sampah secara signifikan. Ia mencontohkan praktik serupa di Beijing dan Shanghai, di mana pengelolaan sampah modern berhasil menekan polusi udara dan menciptakan kebutuhan baru terhadap sampah sebagai bahan bakar energi.
“Dulu kondisi mereka mirip seperti kita. Sekarang justru kekurangan sampah karena digunakan untuk PLTSa. Polusinya pun jauh berkurang,” ujarnya.
Gubernur Pramono menilai kolaborasi antara PWNU dan DLH ini dapat menjadi model baru kemitraan pemerintah dengan organisasi keagamaan. Ia berharap kerja sama ini dapat memperkuat pengelolaan sampah berkelanjutan sekaligus mendorong ketahanan pangan, lapangan kerja hijau, serta harmoni sosial di tengah keberagaman masyarakat Jakarta.
“Program ini juga bisa diterapkan di pondok pesantren, majelis taklim, dan berbagai komunitas lainnya di Jakarta. Semoga gerakan ini menular ke seluruh wilayah Jakarta dan memperkuat pendekatan berbasis komunitas untuk menggerakkan warga demi keberlanjutan kota,” tuturnya.
(*/Kipray)




































