Jakarta, Suararealitas.co – Polemik food tray impor asal China untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) semakin meluas setelah hasil uji laboratorium menemukan adanya penggunaan pelumas berbasis minyak babi dalam proses produksinya.
Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI-NU) DKI Jakarta, KH. Rakhmad Zailani Kiki, menegaskan bahwa kehalalan tidak hanya diukur dari kondisi produk akhir, melainkan dari keseluruhan proses produksi. Menurutnya, meskipun residu minyak babi tidak lagi terdeteksi setelah pencucian, standar halal tetap menilai produk tersebut tidak sah digunakan umat Muslim.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Standar halal itu bukan hanya soal hasil akhirnya, tetapi juga prosesnya. Kalau dalam prosesnya menggunakan minyak babi atau alkohol, meski pada akhirnya sudah dibersihkan, produk tetap dinyatakan tidak halal,” ujarnya di Jakarta, Kamis (18/9).
Selain aspek kehalalan, RMI-NU DKI Jakarta juga menyoroti dugaan pemalsuan label “Made in Indonesia” dan logo SNI pada food tray yang diproduksi di Chaoshan, China. Wakil Sekretaris RMI-NU DKI Jakarta, Wafa Riansah, menyebut, selain bermasalah dari sisi halal, food tray tipe 201 itu diduga mengandung kadar mangan tinggi yang berisiko bila digunakan untuk makanan asam.
“Bukti video dan dokumen yang kami terima menunjukkan proses produksi menggunakan minyak babi. Hal ini jelas merugikan umat Islam,” tegas Wafa.
RMI-NU menyerukan tiga langkah konkret kepada pemerintah: menghentikan sementara impor food tray dari China, memperketat pengawasan produk impor, serta memperkuat dukungan pada produsen lokal agar mampu memasok kebutuhan sesuai standar halal.
“Umat Islam berhak mendapatkan perlindungan, baik dari sisi aqidah, kesehatan, maupun keberlangsungan ekonomi nasional. Jangan sampai pasar kita dibanjiri produk impor yang tidak sesuai prinsip halal dan justru melemahkan produk dalam negeri,” tambah KH. Rakhmad




































