KABUPATEN BOGOR, suararealitas.co – Aktivitas usaha pengeringan bulu ayam untuk pakan ternak di Desa Lulut, Kecamatan Kelapa Nunggal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, diduga tak kantongi perizinan, sehingga menjadi sorotan warga setempat lantaran menimbulkan bau busuk. Bau menyengat tersebut belakangan semakin meluas, Sabtu (12/7/2025).
Selain itu, warga menilai kegiatan usaha ini tak bisa lagi ditoleransi karena diduga mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan.
“Kalau saya pribadi sih sangat terganggu karena uap baunya itu pak. Ya ada kemungkinan juga disitu banyak anak kecil apalagi baru lahiran, ya mau gimana lagi sangat meresahkan banget pak, kalau bisa ya tolong dibantu kita kan cuman warga bisanya cuman diam-diam dan kita gak tau mau mengadukannya ke siapa lagi,” keluh kesah warga di sekitar yang enggan menyebutkan namanya, Rabu (2/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dia mengatakan, bahwa usaha pengolahan bulu ayam tersebut sudah ada sejak lama dan sampai detik ini komplainan warga tak pernah digubris atau ditanggapi.
“Kalau soal itu nggak ada pak, saya sering komplain sama yang lain cuman gak ada yang tanggepin apalagi dari kelurahan,” sebutnya.
Sontak, warga lain pun berharap sanksi tersebut bukan sekadar penghentian sementara, melainkan mendesak penutupan total aktivitas usaha pengeringan bulu ayam tersebut.
Namun ia berharap sanksi tersebut bukan sekadar penghentian sementara, melainkan penutupan total.
“Hayang ditutup permanen ulah aya kegiatan kanggo pabrik di dieu (Saya ingin pabrik ditutup permanen, jangan lagi ada aktivitas pabrik di sini),” ujar warga Lulut lainnya, Iwan 38 tahun (nama samaran), saat ditemui Suara Realitas di rumahnya, Rabu, 09 Juli 2025.
Desakan untuk penutupan total juga disampaikan oleh warga Lulut lainnya, Deni (bukan nama sebenarnya) merasakan dampak polusi udara akibat usaha itu, dan orang luar enggan berkunjung ke desa karena bau tak sedap.
Hal serupa diungkapkan istri Deni, yang merasa kondisi lingkungan lebih baik di masa lalu. Sebelum ada usaha itu, udara di Lulut yang dekat pegunungan terasa segar. Sekarang, udara segar itu tinggal kenangan.
Diketahui, bahan pakan ternak yang diproses di pabrik bukan hanya bulu ayam, tetapi juga bangkai ikan dan ayam yang membusuk, diolah dengan dikeringi oleh teriknya sinar matahari dan digiling menjadi tepung pakan.
Suara Realitas mendatangi lokasi usaha itu aktivitasnya tampak sepi dan hilangnya PPLH line atas sanksi yang diberikan Dinas LH.
Semantara itu, seorang karyawan yang mengaku bernama Toni mengatakan bahwa posisi pabrik ini bisa berada disini lantaran dahulu semenjak di belakang itu jalanannya ancur, dan sering ambles.
“Kalau dulu di belakang setiap ngirim bulu itu jalannya jelek, dan sering ambles, kalau hujan banyak yang basah. Kayaknya mah sudah di koordinasikan dengan RT dan Lurah. Tadi saya sudah laporan ke mandor, katanya lagi sakit,” ungkap Toni saat dikonfirmasi di lokasi.
Toni mengaku, semenjak berdiri disini tempat usaha ini sudah hampir berjalan 1 tahun dan pernah di Police Line dan PPLH line, serta tidak mengetahui soal dibukanya kembali tempat usaha tersebut.
“Kalau dari ujung ada setahun. Gak tau dah kalau masalah itumah dibuka lagi,” sebutnya.
“Kalau saya sih gak tau pak kan saya kerja saja disini. Bahan bakunya dari pemotongan dan dikirim ke Rembang, rupa-rupa tergantung yang pesanan supplier. Bosnya Pak Imam,” pungkasnya.
Fenomena ini menciptakan preseden buruk dalam tata kelola lingkungan. Ketika hukum bersikap tumpul terhadap pelanggar bermodal uang, muncul pertanyaan mendasar di tengah masyarakat: siapa sebenarnya yang mengatur pengelolaan lingkungan Jawa Barat, pemerintah, atau para oknum ASN yang jadi pemain bayangan?
Kini, sorotan publik tertuju kepada Pemda Jawa Barat dan aparat penegak hukum. Apakah mereka akan bertindak tegas, atau justru membiarkan hukum dipermainkan demi kepentingan gelap?
Penulis : H. Simanjuntak
Editor : Reza Mahendra