JAWA TENGAH, suararealitas.co – Kasus galian C berkedok Cut and Fill, atau potong tanah untuk hunian, di Desa Grajegan dan Desa Watubonang, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah semakin marak, dan garang, serta berjalan bebas tanpa hambatan.
Buktinya, pada Kamis (24/4/2025) terdapat dua titik aktifitas galian C diduga ilegal berkedok cut and fill maupun land clearing yang seolah-olah adanya unsur pembiaran dari pihak Instansi dan Institusi terkait, tanpa satupun kendali yang membuat pemilik galian lebih leluasa mengeruk lahan tersebut.
Saat dikonfirmasi, seorang mandor galian C berinisial B enggan memberikan keterangan secara detail terkait regulasi yang ada dan standart operasional pada aktifitas penambangan ilegal tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain itu, B juga mengakui adanya setoran ke beberapa oknum.
Berdasarkan penelusuran maupun sumber suararealitas.co, aktifitas itu tidak mempunyai izin usaha pertambangan. Baik berupa izin usaha pertambangan (IUP), izin pertambangan rakyat (IPR), Izin usaha pertambangan khusus (IUPK), maupun surat izin pertambangan batuan (SIPB).
“Tambang ini milik seseorang berinsial S mas, harga jualan per rit nya itu Rp 160.000,- tergantung jarak juga sih,” ungkap B.
Pantuan dilokasi, terlihat beberapa alat berat excavator sedang beroperasi mengeruk galian.
Bahkan, sangat di sayangkan sekali hanya bermodalkan excavator saja pengusaha galian C tidak mengindahkan aturan dan Undang Undang Minerba, seakan sudah merasa kebal hukum dengan tidak memikirkan dampak dari kegiatan tambang ilegal tersebut.
Penambang pun hanya mengeruk keuntungan sebesar – besarnya atau memperkaya diri sendiri dan kini enggan membayar pajak bahan tambang bebatuan non logam (Galian C), sehingga sama sekali tidak memikirkan dampak rusaknya lingkungan.
Menanggapi hal itu, Pemerhati Lingkungan Syamsul Jahidin mengatakan, bahwa jika aktifitas ini dilakukan secara terus menerus dapat beropetensi besar mengakibatkan bencana, seperti banjir dan tanah longsor di kemudian hari.
“Jika kita mengacu Undang-Undang Pertambangan Minerba Nomor 4 Tahun 2009, persoalan uji kelayakan serta analisis dampak lingkungan dan perencanaan pasca tambang, sudah barang tentu ini sudah tidak sesuai aturan yang ada,” terang Syamsul kepada suararealitas.co, Kamis (24/4).
Selain merusak lingkungan dampak adanya galian C tersebut juga telah merusak saluran irigasi dan jalan akibat dari dump truk bermuatan lebih dari pada kapasitas, dan tonase.
“Para pelaku tambang dan pemilik modal terlihat aman dan belum tersentuh hukum sama sekali, hal ini terkesan ada permainan menarik dan tutup mata dari penegakan hukum berkaitan dengan galian c ilegal,” sebutnya.
Padahal, hal tersebut jelas melanggar Pasal 97 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) tahun 2009.
Menurut Syamsul, bahwa perlu adanya proses pengecekan kembali dokumen apakah surat WIUP dan IUP semua galian C yang sedang beroperasi di wilayah tersebut.
“Galian C ini sudah membahayakan. Jangan sampai masyarakat di sini susah karena dampaknya, sementara pihak provinsi tetap jalan terus tanpa peduli,” ucapnya dengan nada prihatin.
Untuk itu, Syamsul meminta agar aparat penegak hukum (APH) segera melakukan upaya-upaya kongkrit untuk menindaklanjuti dengan tuntas atas dugaan pelanggaran aktifitas pengerukan galian C disana.
Hingga berita ini di turunkan belum ada klarifikasi dari Kementerian ESDM maupun pengusaha setempat.
Namun, adanya galian C yang lokasinya tidak jauh dari pemukinan justru menjadi pertanyaan besar bagi masyarakat, siapa yang sebenarnya melindungi bisnis gelap ini? Apakah ada keterlibatan oknum aparat atau pihak lain yang lebih besar? dan sudah sejauh mana perizinannya?
Penulis : SAE