Jakarta, Suararealitas.co – Indonesia kembali menegaskan komitmennya terhadap prinsip pemerintahan terbuka melalui peluncuran dan diseminasi White Paper bertajuk “Open Government Partnership sebagai Instrumen untuk Mencapai Target Pembangunan Asta Cita”. Kegiatan ini menjadi tonggak penting dalam upaya memperkuat tata kelola pemerintahan yang transparan, akuntabel, partisipatif, dan inovatif.
Sebagai salah satu negara deklarator Open Government Partnership (OGP) sejak 2011, Indonesia telah menunjukkan berbagai capaian penting dalam agenda keterbukaan. Dalam forum peluncuran yang digelar di Jakarta, Kamis (8/5), Aryanto Nugroho selaku perwakilan Tim Penulis White Paper menyampaikan bahwa OGP merupakan sarana strategis untuk mendorong pembangunan yang inklusif dan berkeadilan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“White Paper ini menjadi panduan konkret bagi pemerintah pusat maupun daerah untuk mengintegrasikan prinsip keterbukaan dalam setiap tahapan kebijakan pembangunan,” ujar Aryanto.
Indonesia tercatat telah memperoleh berbagai pengakuan internasional atas implementasi OGP, termasuk penghargaan OGP Awards tahun 2016, 2021, hingga meraih Juara 1 pada tahun 2023. Pencapaian ini menunjukkan kiprah nyata Indonesia dalam memperkuat tata kelola berbasis keterbukaan dan partisipasi.
Rencana Aksi Nasional Open Government Indonesia (RAN OGI), yang kini telah memasuki penyusunan edisi kedelapan, menjadi kerangka utama dalam mengimplementasikan nilai-nilai OGP. Saat ini, delapan pemerintah daerah telah tergabung dalam inisiatif OGP Local, di antaranya Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Jawa Barat, dan DI Yogyakarta menunjukkan bahwa semangat keterbukaan kini telah menjangkau hingga ke level lokal.
Meski demikian, sejumlah tantangan masih dihadapi. Di antaranya adalah belum adanya dasar hukum yang kuat, terbatasnya forum multi pihak yang efektif, serta kendala pendanaan dan sumber daya. Aryanto menekankan pentingnya dukungan regulasi seperti Peraturan Presiden serta integrasi nilai-nilai OGP dalam rancangan undang-undang sektoral seperti RUU Keterbukaan Informasi dan RUU Pelayanan Publik.
“Tanpa dukungan politik dari pucuk pimpinan dan keberlanjutan pendanaan, keterbukaan hanya akan menjadi slogan,” tegasnya. Oleh karena itu, strategi mainstreaming OGP ke dalam dokumen perencanaan seperti APBN, APBD, dan RPJMN menjadi agenda penting ke depan.
Sementara itu, Maharani Putri S. Wibowo dari Kementerian PPN/Bappenas selaku OGP Point of Contact untuk Indonesia menjelaskan bahwa penyusunan White Paper ini merupakan hasil refleksi bersama berbagai pemangku kepentingan, termasuk organisasi masyarakat sipil. “Kami ingin membangun tata kelola pemerintahan yang kolaboratif, terbuka, dan solutif untuk menjawab tantangan zaman,” ujarnya.
Maharani menambahkan, pencapaian tema pembangunan nasional Asta Cita 2025–2029 yang mencakup peningkatan pendapatan per kapita, pengurangan kemiskinan, hingga penurunan emisi karbon akan sangat bergantung pada seberapa besar prinsip keterbukaan, inklusi, dan inovasi diterapkan dalam proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan.
Peluncuran White Paper ini diharapkan mampu memperkuat sinergi antara pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor swasta. Ke depan, pembentukan regulasi inklusif, penguatan forum partisipatif yang berkelanjutan, serta sistem insentif bagi kementerian/lembaga dan pemerintah daerah menjadi langkah konkret untuk memastikan keterbukaan menjadi aksi nyata, bukan sekadar komitmen.
Acara ini sekaligus menjadi ajakan terbuka kepada publik untuk turut aktif dalam proses pemerintahan. Sebab, hanya melalui kolaborasi yang kuat, cita-cita pembangunan berkelanjutan dan demokrasi yang sehat dapat benar-benar terwujud.