KOTA TANGERANG, suararealitas.co – Program sekolah swasta gratis yang digulirkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten sebagai solusi atas rusaknya sistem Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) justru memperlihatkan wajah asli dari ketimpangan pendidikan.
Pasalnya, sistem yang secara sadar menyingkirkan anak bangsa dari ruang belajar yang layak.
Berdasarkan penelusuran wartawan pada Selasa (24/07/2025) beberapa sekolah-sekolah swasta di Kota Tangerang yang ditunjuk menerima limpahan siswa berada dalam kondisi yang menyedihkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ruang belajar sempit, dinding berjamur, dan bangku tidak cukup. Beberapa sekolah bahkan tak memiliki ruang praktik, atau sarana dan prasarana yang memadai.
Seorang ibu menangis saat menceritakan nasib dua anak kembarnya. Satu diterima di SMA negeri unggulan, satunya lagi dilempar ke sekolah swasta kelas bawah yang bahkan tak punya papan tulis utuh.
“Mereka lahir dari rahim yang sama. Tapi sistem memperlakukan mereka seolah yang satu lebih pantas dari yang lain,” ucapnya lirih.
Warga seperti Budi Santoso menyebut, bahwa program ini sebagai penghinaan.
“Kalau pemerintah cuma bisa bilang ‘yang penting masuk sekolah’, lalu tak peduli kualitasnya, itu bukan solusi. Itu pelecehan atas hak anak-anak kami,” ujarnya.
Imron Hamami, aktivis dan penggiat sosial menyebut program ini sebagai wajah lain dari kezaliman modern.
“Pemerintah hari ini tidak gagal. Pemerintah hari ini sengaja mendesain kegagalan untuk segelintir rakyat,” ujarnya keras.
Menurut Imron, program sekolah swasta gratis bukan bentuk kepedulian, tapi mekanisme pelarian.
“SPMB Era Andra Soni gagal menata sistem negeri, lalu sembarangan mendorong anak-anak ke sekolah swasta yang bahkan tak layak disebut ruang didik. Ini pengalihan masalah dengan korban anak-anak kami,” kata Imron.
Imron menegaskan bahwa dirinya sepakat dengan Harsono Tunggal Putra soal ancaman people power.
“Ketika sistem hukum, sistem pengaduan, dan sistem pendidikan tak bisa diandalkan maka suara rakyat di jalanan adalah pilihan paling sah,” ucap Imron
“Jangan remehkan amarah para ibu yang anaknya diperlakukan seperti kelas dua. Jangan remehkan bapak-bapak yang tiap malam dihantui kecemasan soal masa depan pendidikan anaknya,” ujarnya.
Baginya, hal tersebut mencerminkan bagaimana negara memilih untuk mempermalukan yang lemah atas nama kebijakan publik.
“Kita sedang hidup di zaman ketika pemerintah bangga bicara keadilan di depan kamera, tapi memindahkan murid ke sekolah yang bahkan tak layak disebut sekolah. Ini kebijakan gagal. Ini sistem yang dibangun untuk membiarkan yang kuat terus menang,” ujar Imron.
Ia bahkan menantang pejabat Pemprov Banten dan Dinas Pendidikan untuk datang dan duduk satu hari saja di ruang kelas sekolah peserta program sekolah swasta gratis.
“Kalau mereka tidak muntah batin setelah 3 jam, saya akan berhenti bicara. Tapi saya tahu, mereka tidak akan tahan. Karena mereka sendiri tahu ini adalah penghinaan,” ungkapnya.
Imron menegaskan, rakyat tidak akan terus diam. “Jika suara kami terus diabaikan, maka kami akan bersuara dengan cara yang mereka paling takutkan ialah turun ke jalan. Bukan untuk sekadar protes, tapi untuk menuntut keadilan yang selama ini diludahi,” tutup Imron.