![]() |
Mohammad Rizal, seorang pengacara yang mengeluhkan kinerja pihak kepolisian. (Foto: Istimewa) |
JAKARTA – Mohammad Rizal, seorang pengacara keluhkan atas kinerja pihak kepolisian dinilai lamban dalam tangani kasus yang menerpa kliennya. Kasus tersebut ialah penipuan dan penggelapan.
Dihadapan wartawan, Rizal menceritakan soal kasus penipuan dan penggelapan yang diduga melibatkan Direktur PT Ira Energy, EHP terhadap kliennya bernama Lynngull Park (LG).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kendati begitu, Rizal mengaku sudah melaporkan kasus tersebut ke Polda Metro Jaya hingga telah diterbitkan Surat Laporan dengan No.LP/130/I/YAN.2.5/2021/SKPT PM tertanggal 9 Januari 2021.
Rizal mengatakan bahwa perkara yang sedang ditangani ini sudah berlangsung kurang lebih dua tahun tujuh bulan, dimana proses tahapannya masuk kepada proses pemanggilan untuk yang ketiga kali terhadap saudara EHP dalam statusnya sebagai tersangka, karena EHP mangkir dalam 2 panggilan sebelumnya.
“Terus terang kami mengeluh sekali proses lidik dan sidik yang dilakukan Unit I Subdit I Kamneg menurut kami kurang profesional dalam penanganannya, dalam durasi waktu dua tahun tujuh bulan ini belum ada yang sekiranya dapat membuat klien kami ini jelas untuk mendapatkan kepastian hukumnya,” ujar Rizal, dikutip dari berbagai sumber, Senin (07/08/2023).
Bahkan Rizal pun tidak memahami alasan apa yang hingga saat ini, pihak yang berwenang belum juga melakukan penahanan kepada saudara EHP yang saat ini sudah berstatus tersangka.
Menurutnya, bilamana yang bersangkutan sudah dua kali dipanggil dalam statusnya tersangka oleh penyidik maka panggilan yang ketiga adalah surat perintah untuk membawa dan atau jemput paksa.
“Namun sampai dengan saat ini hal itu belum dilakukan, padahal surat perintah untuk menjemput sudah ditandatangani oleh Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombespol Hengky dan itu dari awal Juli 2023,” tutur Rizal.
Lanjut Rizal, ada hal yang dinilai nyeleneh saat saudara EHP mengajukan permohonan prapidana terhadap penetapannya sebagai tersangka, hal ini juga dianggap mengulur-ulur waktu dan kurang menghargai kinerja Kepolisian dan diduga tidak ingin mempertanggung jawabkan apa yang yang telah dia lakukan kepada korban.
Permohonan praperadilan yang diajukan oleh kuasa hukum tersangka EHP di PN Jakarta Selatan, menghasilkan putusan permohonan pemohon ditolak seluruhnya dan putusan telah inkra sesuai Psl 83 KUHAP Artinya permohonan praperadilan tersangka tidak terbukti dan Hakim menyatakan bahwa penetapan status atas diri tersangka EHP adalah sah.
Rizal menambahkan bahwa pihak yang berwenang harusnya menyegerakan tindakan selanjutnya kepada tersangka, yakni penangkapan terhadap tersangka bukannya mengulur waktu lagi setelah putusan praperadilan tersebut telah inkra.
“Inilah yang membuat saya prihatin, karena korban kami ini adalah warga negara asing yang merupakan investor terutama di bidang perikanan, beliau adalah investor yang sering melakukan investasi perikanan terutama di daerah Papua. Dalam waktu dekat ini kliennya akan mendirikan pabrik pengalengan ikan tuna sekaligus kegiatan penangkapan ikan yang tujuannya guna mensejahterakan nelayan-nelayan setempat yang ada di daerah Papua pada umumnya,” tukas Rizal.
Perlu diketahui, kasus penipuan dan penggelapan ini terkait dengan janji tersangka EHP yang akan menerbitkan instrumen Bank berupa Standby Latter of Credit (SBLC) yang diterbitkan dari Bank Swasta yakni Standart Commerce Bank, News York, USA dan CIMB Niaga Bank Jakarta, Indonesia dengan nilai kerugian senilai USD 500.000 Dollar Amerika atau setara Rp 7 Miliar Rupiah.*(SR)