Jakarta, Suararealitas.co – Sejumlah elemen masyarakat sipil yang terdiri dari intelektual, akademisi, aktivis perempuan, dan pengusaha menyatakan keprihatinan mendalam terhadap situasi bangsa yang dinilai tengah menghadapi krisis multidimensi.
Dalam konferensi pers bertajuk Konsolidasi Civil Society yang dipimpin Prof. Musdah Mulia, para tokoh menegaskan bahwa saat ini terjadi krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah. Gelombang demonstrasi yang meluas ke berbagai provinsi, tindakan represif aparat, serta kriminalisasi aktivis disebut sebagai indikator gagalnya pemerintah menjaga kontrak sosial dengan rakyat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kontrak sosial antara rakyat dan pemerintah seharusnya berlandaskan amanat konstitusi. Namun aspirasi rakyat kini dibungkam, kebebasan dipersempit, dan kebijakan tidak berpihak pada kepentingan publik,” tegas Prof. Musdah pada Konferensi Pers di Jakarta, Kamis (4/9/2025).
Konsolidasi Civil Society menyoroti jatuhnya korban jiwa dalam aksi unjuk rasa sejak 25 Agustus 2025, termasuk Affan Kurniawan, pengemudi ojek online, dan Rheza Sendy Pratama. Mereka menilai peristiwa tersebut mencerminkan akumulasi rasa frustrasi dan kemarahan rakyat, yang diperburuk oleh sikap arogan aparat kepolisian sehingga memicu eskalasi kekerasan, pembakaran fasilitas pemerintah, penjarahan, dan bentrokan fisik.
Dalam pernyataannya, Konsolidasi Civil Society menyampaikan sejumlah tuntutan utama kepada pemerintah:
- Duka cita mendalam atas wafatnya Affan Kurniawan, Rheza Sendy Pratama, dan korban tewas lain selama terjadinya unjuk rasa sejak 25 Agustus 2025 hingga saat ini.
- Menghentikan represi aparat serta segera memecat Kapolri sebagai penanggung jawab kebrutalan polisi, disertai reformasi kepolisian agar kembali menjadi pelindung dan pelayan masyarakat.
- Menghentikan penangkapan aktivis yang dituduh sewenang-wenang sebagai penghasut, serta mengusut tuntas kasus kekerasan terhadap pengunjuk rasa.
- Mencabut fasilitas dan tunjangan pejabat pemerintah dan DPR yang memperlebar kesenjangan sosial.
- Memperbaiki kondisi ekonomi rakyat kecil dengan menekan beban pajak dan harga kebutuhan pokok.
- Menegakkan rule of law dan memberantas korupsi, termasuk memperkuat independensi KPK dan lembaga pengawas.
- Merampingkan kabinet untuk efisiensi anggaran dan mereshuffle menteri yang bermasalah atau terindikasi korupsi.
- Menjamin amanat UUD 1945 dengan memastikan alokasi 20% APBN untuk pendidikan tanpa pemotongan, termasuk penghentian alih anggaran untuk program Makan Bersama Gratis (MBG).
- Menjamin kebebasan berpendapat dan pers, tanpa represi terhadap media maupun suara rakyat.
- Mereformasi sistem kepartaian dan rekrutmen politik, agar DPR benar-benar mewakili rakyat.
Selain tuntutan tersebut, mereka juga memberikan rekomendasi strategis, yakni:
1. Dialog Nasional yang Inklusif, melibatkan mahasiswa, buruh, perempuan, masyarakat adat, difabel, dan kelompok rentan.
2. Kebijakan fiskal yang adil, dengan evaluasi pajak dan tunjangan pejabat, serta pemenuhan kebutuhan dasar rakyat di bidang pendidikan, kesehatan, dan lapangan kerja.
3. Pemerataan sosial-ekonomi dan perlindungan kelompok rentan, khususnya di daerah dengan angka kemiskinan ekstrem tinggi, melalui program berbasis kebutuhan lokal.
4. Penguatan hukum dan pemberantasan korupsi, menghentikan impunitas pejabat yang melanggar hukum.
5. Pendekatan humanis dalam keamanan, dengan menghentikan praktik represif terhadap unjuk rasa damai.
Konsolidasi Civil Society menegaskan, jika langkah solutif tidak segera dilakukan, maka krisis kepercayaan publik akan semakin dalam dan membahayakan persatuan bangsa.
“Kami menyerukan kepada pemerintah untuk kembali pada amanat konstitusi, mengedepankan dialog, transparansi, dan kepemimpinan yang bersih. Rakyat menuntut keadilan, bukan represi,” pungkas Prof. Musdah.