Jakarta, Suararealitas.co — Dalam rangka memperingati Hari Kebangkitan Nasional ke-117, Ikatan Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (ILUNI FKUI) bersama Badan Eksekutif Mahasiswa Senat Mahasiswa FKUI (BEM SM FKUI) menyelenggarakan acara bertajuk “Minbar Bebas Salemba Bergerak” di Aula IMERI FKUI, Salemba, Pada Selasa, (20/06/2025).
Kegiatan ini dihadiri oleh mahasiswa, dosen, alumni, serta tokoh-tokoh penting di bidang pendidikan dan kesehatan Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Acara ini merupakan bentuk respons atas berbagai kebijakan Kementerian Kesehatan yang belakangan menuai kritik keras, terutama dari 158 Guru Besar FKUI yang telah menyampaikan pernyataan sikap bertajuk Salemba Berseru pada 16 Mei 2025. Kebijakan-kebijakan tersebut dinilai berpotensi menurunkan mutu pendidikan kedokteran, termasuk pendidikan dokter spesialis, serta mengancam kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat Indonesia.
Dr. Eko Wahju Tjahjono dan Yusuf, mahasiswa tingkat dua FKUI, bertindak sebagai pembawa acara. Dalam orasi pembuka, Dr. dr. Wawan Mulyawan, SpBS, Subspes N-TB, SpKP, AAK, selaku Ketua Umum ILUNI FKUI, menegaskan pentingnya menjaga kualitas pendidikan kedokteran sebagai bentuk perjuangan untuk masa depan bangsa yang sehat dan adil.
“Hari Kebangkitan Nasional mengingatkan kita pada semangat Boedi Oetomo yang menyatukan berbagai elemen masyarakat demi kemerdekaan. Kini, semangat yang sama dibutuhkan untuk menjaga kedaulatan pendidikan kedokteran dan kesehatan rakyat Indonesia,” tegas Wawan.
Ia menyoroti sejumlah isu krusial, seperti penyederhanaan proses pendidikan dokter, pemisahan fungsi akademik dari rumah sakit pendidikan, pengurangan independensi kolegium, serta potensi penurunan standar kompetensi dokter.
“Pendidikan kedokteran bukan sekadar pelatihan teknis, tetapi proses membentuk profesional kesehatan dengan tanggung jawab moral tertinggi yakni menjaga nyawa manusia,” tambahnya.
Ketua BEM IKM FKUI, M. Thoriq, juga menyampaikan orasi yang menggugah. Ia menyoroti kurangnya pelibatan komunitas akademik dan profesi dalam penyusunan kebijakan kesehatan nasional.
“Kami tidak bisa diam ketika masa depan profesi kami dan keselamatan pasien dipertaruhkan oleh kebijakan yang terburu-buru, sentralistik, dan minim dialog. Kami menuntut partisipasi bermakna dari institusi pendidikan dan organisasi profesi dalam setiap proses penyusunan kebijakan,” ujar Thoriq.
Menurutnya, Kementerian Kesehatan tidak dapat menjadi satu-satunya penentu arah tanpa mendengar suara dari kampus, rumah sakit pendidikan, dan masyarakat profesi yang telah berkontribusi selama puluhan tahun. Ia menekankan pentingnya kolaborasi yang sehat, bukan dominasi sepihak.
Acara juga menampilkan orasi dari berbagai tokoh, termasuk Kolonel (Purn) dr. Nurdadi, Sp.OT dan Mayjen TNI (Purn) dr. Budiman, SpBP-RE, yang menyampaikan pandangan dari perspektif militer. Sementara itu, Prof. Dr. dr. Purandyastuti mewakili kalangan dosen FKUI menegaskan pentingnya menjaga independensi akademik dalam pendidikan kedokteran.
ILUNI FKUI dan BEM SM FKUI secara resmi menyatakan dukungan terhadap seruan 158 Guru Besar FKUI, dan mengajak seluruh alumni, organisasi profesi, serta masyarakat luas untuk turut menjaga kualitas pendidikan kedokteran dan pelayanan kesehatan nasional. Mereka juga mendesak pemerintah untuk membuka ruang dialog yang setara dan substansial dengan institusi pendidikan dalam setiap proses kebijakan kesehatan.
Acara dengan tema “Pendidikan dan Pelayanan Kesehatan Bermutu adalah Hak Rakyat” ini ditutup dengan menyanyikan lagu Padamu Negeri dan sesi foto bersama seluruh peserta.