Kebijakan Iuran BPJS Kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah

- Jurnalis

Senin, 9 Juni 2025 - 19:04 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Tim penulis mahasiswa program Doktor FKM UNHAS. (Foto: suararealitas.co).

Tim penulis mahasiswa program Doktor FKM UNHAS. (Foto: suararealitas.co).

Latar Belakang Masalah

Segmen PBPU mencakup pekerja informal, wiraswasta, petani, nelayan, dan pelaku UMKM.

Adapun, sebanyak 69,6 juta peserta PBPU terdaftar dalam program JKN (26,2% dari total peserta JKN). Hanya 52,6 juta PBPU yang aktif (75,5%); 14,8 juta menunggak iuran.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Iuran PBPU saat ini ditetapkan sebesar Rp42.000 (kelas 3), Rp100.000 (kelas 2), dan Rp150.000 (kelas 1) per bulan per orang.

Tingkat kepatuhan iuran PBPU dilaporkan masih di bawah 60%, jauh dibandingkan peserta penerima upah (PU) yang di atas 90%.

Alasan utama ketidakpatuhan adalah ketidakmampuan ekonomi, ketidaksesuaian layanan, dan kurangnya pemahaman manfaat JKN.

Faktor Penyebab Rendahnya Kepatuhan PBPU

Beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya kepatuhan pembayaran iuran oleh peserta PBPU antara lain;

  1. Ketidakpastian Pendapatan
  • Sebagian besar peserta PBPU memiliki penghasilan tidak tetap, sehingga kesulitan untuk membayar iuran secara rutin.

2. Kurangnya Pemahaman

  • Banyak peserta PBPU yang belum memahami manfaat JKN secara maksimal, sehingga kurang termotivasi untuk membayar iuran.

3. Kesulitan Akses Pembayaran

  • Beberapa peserta mengalami kesulitan dalam mengakses kanal pembayaran iuran yang tersedia.
Baca Juga :  Kecamatan Mekar Baru Meraih Juara Umum MTQ ke-55 Tingkat Kabupaten Tangerang

4. Keterbatasan Infrastruktur

  • Di beberapa daerah, terutama di wilayah terpencil, infrastruktur untuk pembayaran iuran masih terbatas.

5. Skema pendaftaran kolektif dalam satu KK

  • Sistem BPJS mensyaratkan seluruh anggota keluarga dalam 1 KK harus terdaftar, sehingga peserta tidak dapat memilih hanya mendaftarkan 1–2 orang saja.
  • Hal ini menjadi beban bagi keluarga besar berpenghasilan rendah.

6. Kebingungan Akibat KRIS

  • Perpres No. 59/2024 menetapkan rawat inap standar (KRIS), namun iuran masih mengacu pada kelas, menimbulkan persepsi ketidakadilan.

7. Dampak dari Rendahnya Kepatuhan

  • Rendahnya tingkat kepatuhan pembayaran iuran oleh peserta PBPU berdampak pada Defisit Pembiayaan JKN.
  • BPJS Kesehatan menghadapi potensi kerugian hingga Rp20 triliun akibat peserta yang menunggak iuran.

8. Ketidakseimbangan Risiko

  • Peserta yang aktif membayar iuran harus menanggung biaya layanan kesehatan peserta yang tidak aktif.

9. Keterbatasan Akses Layanan

  • Peserta yang tidak aktif tidak dapat mengakses layanan kesehatan, yang berpotensi menurunkan derajat kesehatan masyarakat.
Baca Juga :  Warga di Dekat Kediaman Rumah Sahroni Mengaku Tak Kenali Wajah Provokator Penjarahan

Tujuan Usulan Kebijakan

Usulan kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan pembayaran iuran dari peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) melalui reformasi skema iuran yang lebih adil dan berbasis kemampuan ekonomi.

Selain itu, kebijakan ini diharapkan dapat mengurangi jumlah peserta nonaktif, menurunkan tunggakan iuran, serta menjaga keberlanjutan sistem pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Dengan pendekatan kolaboratif yang melibatkan komunitas lokal dan integrasi data sosial, kebijakan ini mendukung tercapainya cakupan semesta layanan kesehatan yang merata dan berkeadilan.

Analisis Kebijakan

1. Kebijakan saat ini

  • Iuran bersifat flat, tidak mempertimbangkan penghasilan.
  • Tidak ada skema subsidi khusus untuk PBPU, kecuali melalui mekanisme Penerima Bantuan Iuran (PBI) untuk kelompok miskin.
  • Sanksi administratif bagi peserta yang menunggak.
  • Ketidakjelasan transisi menuju KRIS tanpa penyesuaian iuran

2. Dampak

  • Beban keuangan bagi pekerja informal yang berpenghasilan tidak tetap.
  • Tingginya angka peserta non-aktif, yang menyebabkan ketidakseimbangan risiko dan pembiayaan dalam sistem JKN.
  • Pembengkakan defisit JKN.
  • Meningkatkan resistensi dan kebingungan peserta PBPU, berpotensi memperbesar angka ketidakpatuhan

Penulis : Fitri Adriani, Moh Akhtar Setia R.E.D, Rajman Makka, Nurhidayat, Rosdiana, Alwia Assagaf, Sopia Gobai, Munadiah Wahyudin

Sumber Berita: Policy Brief

Berita Terkait

Terbengkalai Inventarisasi Aset Objek Wisata di Indramayu, Nasibnya Bagai Rumah Hantu: Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?
Dipilih Lagi Sebagai Ketum PWI Pusat, Mengapa Hendry Ch Bangun Layak dan Pantas ?
Perempuan dalam Kriket Bukan Hanya Menggenggam Bat Tetapi Mematahkan Batasan
Kekuatan Abadi Lagu Lama dan Mengapa Melodi Masa Lalu Tetap Relevan
Rahasia di Balik Garis-Garis Zebra Bukan Sekadar Pola, tapi Kunci Bertahan Hidup
Kentang: Rahasia di Balik Ketahanan Pangan Dunia
Kasus Korupsi di Indonesia: Pembungkaman Media dan Kegagalan Penegakan Hukum
Opini Mengenai Malpraktik yang Terjadi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Berita Terkait

Selasa, 2 September 2025 - 16:52 WIB

Terbengkalai Inventarisasi Aset Objek Wisata di Indramayu, Nasibnya Bagai Rumah Hantu: Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?

Selasa, 19 Agustus 2025 - 09:29 WIB

Dipilih Lagi Sebagai Ketum PWI Pusat, Mengapa Hendry Ch Bangun Layak dan Pantas ?

Minggu, 20 Juli 2025 - 20:48 WIB

Perempuan dalam Kriket Bukan Hanya Menggenggam Bat Tetapi Mematahkan Batasan

Minggu, 20 Juli 2025 - 20:37 WIB

Kekuatan Abadi Lagu Lama dan Mengapa Melodi Masa Lalu Tetap Relevan

Sabtu, 19 Juli 2025 - 13:12 WIB

Rahasia di Balik Garis-Garis Zebra Bukan Sekadar Pola, tapi Kunci Bertahan Hidup

Berita Terbaru