JAKARTA, suararealitas.co – Peredaran obat-obatan ilegal kategori berbahaya di wilayah Duri Kosambi rupanya masih sulit dibendung.
Setidaknya selama beberapa bulan terakhir, rantai pemasok peredaran obat keras ilegal yang tidak memiliki izin edar itu dapat terorganisir dengan baik, sehingga masalahnya pun cukup kompleks dengan pusaran dimensi yang beragam.
Hal itu diketahui saat suararealitas.co dalam penelusuran pada beberapa titik di wilayah Duri Kosambi mengkonfirmasi masifnya rantai distribusi obat keras ilegal.
Di Jl. Timbul Jaya RT.1/RW.4, Duri Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat, misalnya. Pada Selasa, (21/01/2025) sebuah warung berkedok toko kelontong yang dikelola perantau asal Aceh didapati menjajakan obat daftar G atau obat keras terbatas (K) seperti tramadol, hexymer, riklona, alprazolam, mercy, dan dumolid.
Menurut pengakuan seorang penjaga toko, bahwa dirinya hanyalah sebagai pekerja yang di gaji, tetapi untuk permasalahan setor-menyetor ke oknum aparat itu sudah urusan big bos.
“Untuk urusan setor ke aparat biasanya itu urusan bos, kalau saya hanya kerja saja bang, lagian sehari bisa 3-4 anggota pun datang ke toko,” ungkap penjaga toko yang enggan menyebutkan namanya kepada suararealitas.co, di lokasi.
Adapun, permintaan obat keras yang tinggi di pasaran, menjadi salah satu pemicu, yang pada akhirnya menciptakan peluang pasar bagi pelaku kejahatan.
Selain itu, penegakan hukum yang belum memberikan efek jera. Sumber menemukan putusan terhadap pelaku kejahatan obat di Indonesia masih sangat rendah.
Minimnya edukasi dan kesadaran masyarakat terkait risiko penggunaan obat keras, juga ikut berkontribusi.
“Hal ini dapat membuat masyarakat lebih rentan terhadap pengaruh negatif obat keras,” jelas sumber kepada tim suararealitas.co, Kamis (22/01) dini hari.
Di sisi lain, faktor sosial dan ekonomi seperti kemiskinan dan kurangnya akses ke pelayanan kesehatan, juga ditengarai turut menyumbang tingginya angka peredaran obat keras ilegal di Indonesia.
Kondisi ini diperparah dengan rendahnya kesadaran masyarakat yang melapor kepada pihak berwajib.
“Pedagang obat keras dengan mudah di temui. Diduga kuat adanya keterlibatan oknum aparat nakal. Laporan masyarakat juga sangat penting untuk mendukung kegiatan penegakan hukum oleh BPOM,” ungkapnya.
Bahkan, sumber pun meminta lakukan pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi obat, juga menjadi agenda prioritas BPOM. Hal ini untuk memastikan bahwa obat-obatan yang beredar di pasaran aman dan sesuai dengan standar yang berlaku.
“Dengan begitu, dapat memutus rantai peredaran obat keras ilegal di Indonesia,” paparnya.
Sebagai informasi, mengacu pada Undang-Undang pelaku pengedar sediaan farmasi tanpa resep dokter dapat dijerat dengan Pasal 435 UU nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan sebagaimana pengganti Pasal 106 UU RI nomor 36 tahun 2009 dengan ancaman hukuman penjara 15 tahun.
Sementara itu, Undang-Undang No. 7 Tahun 1963. Tentang Farmasi, serta untuk pengedar dapat djerat Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Sampai berita ini ditayangkan, suararealitas.co masih melacak rantai pemasok peredaran pil koplo di Duri Kosambi.
Namun, belum tahu pasti siapa sebenarnya otak di balik itu semua yang menjadikan lahan basah pada bisnis gelap tersebut untuk meraup pundi-pundi keuntungan diri sendiri.
Penulis : Bly/Alx
Editor : Za