WONOSOBO, suararealitas.co – Haul ke-15 Gus Dur yang diselenggarakan oleh Gusdurian Wonosobo pada Sabtu (25/1/2025) di Aula Gereja Santo Paulus, menjadi momentum penting untuk memperkuat solidaritas lintas agama.
Dengan tema “Agama untuk Kemanusiaan dan Krisis Iklim,” acara ini mengangkat isu global yang membutuhkan kolaborasi semua pihak.
Peringatan ini dihadiri berbagai tokoh agama dan organisasi lintas iman di Wonosobo. Perwakilan dari Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, hingga penghayat kepercayaan hadir, bersama organisasi seperti NU, Muhammadiyah, LDII, dan Rifaiyah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kepala Kemenag Wonosobo, Dr. H. Panut dalam sambutannya menyampaikan bahwa moderasi beragama adalah kunci untuk menghadapi tantangan global seperti krisis iklim.
“Krisis ini tidak memandang agama atau suku. Semua pihak harus bekerja sama untuk mengatasinya dengan semangat keberagaman,” ungkapnya.
Pidato kebangsaan dari Antonius Irvinto Dobiariasto menyoroti pentingnya keberagaman sebagai kekuatan bangsa. “Tantangan global seperti krisis iklim dan kemanusiaan membutuhkan persatuan. Kita harus merangkul perbedaan sebagai bagian dari solusi,” ujarnya.
Dialog lintas agama menjadi inti acara, menghadirkan pembicara seperti Dr. Lutfan Muntaqo (UNSIQ), Romo Widyo, Pendeta Agus Suprihana, Barjo (pemuka agama Hindu), dan Yogo Prihationo (Ketua MLKI Wonosobo). Moderator Ulfiyatun Nadhifah memandu diskusi yang menggugah kesadaran akan peran agama sebagai penggerak aksi nyata menghadapi krisis iklim.
Puncak acara ditandai dengan doa lintas iman yang dipimpin oleh tokoh dari berbagai agama, termasuk K.H. Arif Romadhon (Islam), Romo Edi Nugroho (Katolik), Pendeta Michael Leo (Kristen), I Made Kereneng Surasa (Hindu), Yunanto (Buddha), Johan Mulyadi (Tionghoa), dan Sarno Kusnandar (Penghayat Kepercayaan). Doa bersama ini menjadi simbol kuat persatuan dalam keberagaman.
Nayunda Bella M., Koordinator Gusdurian Wonosobo, menegaskan bahwa nilai-nilai kemanusiaan yang diajarkan Gus Dur tetap relevan hingga kini. “Agama tidak hanya soal ritual, tetapi juga bagaimana menjadi solusi bagi masalah-masalah global seperti krisis iklim,” ujarnya.
Sementara itu, Haqqi Al Anshory, Pembina Gusdurian Wonosobo, mengingatkan pentingnya meneruskan semangat lintas iman yang telah lama tumbuh di Wonosobo. “Gusdurian resmi terbentuk di Wonosobo pada 2017, tetapi semangat pluralisme ini sudah ada sejak era reformasi melalui Forum Kebersamaan (Fober). Kami ingin terus memperjuangkan nilai-nilai itu,” jelasnya.