Guna Tunjang Penanggulangan HIV dan Penegakan HAM, Yayasan Pesona Jakarta Gelar Road Map Advocacy 2023

- Jurnalis

Kamis, 17 November 2022 - 18:38 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Guna Tunjang Penanggulangan HIV dan Penegakan HAM, Yayasan Pesona Jakarta Gelar Road Map Advocacy 2023

JAKARTA – Meskipun pemerintah meredam efek dari luka memar atau scarring effect pasca pandemi Covid-19, tetapi isu HIV/AIDS tidak boleh dilupakan terutama dalam mengatasinya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dimana pada tahun ini, Indonesia diharapkan telah siap menuju akhir HIV/AIDS pada 2030, yakni tidak ada inveksi HIV baru, tidak ada kematian karena AIDS, dan tidak ada stigma serta diskriminasi.

Menurut data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), hasil estimasi dan proyeksi ODHIV, Infeksi HIV Baru, kematian akibat AIDS di Indonesia diperkirakan (hasil spectrum) di tahun 2023 sebanyak ODHIV 515.467, Infeksi HIV baru sebanyak 26.666 dan angka kematian akibat AIDS 36.454 jiwa.

Sementara itu, angka estimasi dapat meningkat bila upaya percepatan penanggulangan HIV dan AIDS tidak segera dilakukan. Tantangan yang dihadapi sangat besar, dipandang dari segi geografis maupunsosial-ekonomi. Terlepas dari kemajuan yang banyak dicapai di bidang kesehatan dan dukungan terkait.

Guna menunjang program penanggulangan HIV dan penegakan HAM bagi populasi rentan dan ODHIV, maka dengan melihat permasalahan dan kebutuhan yang ada, Yayasan Pesona Jakarta melalui Program CSS-HR melakukan kegiatan “Road Map Advocacy 2023”. 

Adapun kegiatan penyusunan tersebut berlangsung pada 16-17 November 2022 di Telusuri Kopi, Jl. Muncang Blk. L No.17, Koja, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara. 

Bahkan kegiatan ini tampak dihadiri Suwito (Vito) selaku Advokasi Officer Yayasan Pesona Jakarta, Dede Ajit Paralegal Yayasan Pesona Jakarta, Yuli.R CBMFO, KPAK Jakarta Utara, PKBI Jakarta Utara, Yayasan Intermedika Prana, Yayasan Srikandi Sejati, Yayasan Mutiara Maharani, Yayasan Kusuma Buana, FLSMPA Jakarta Utara, JIP, Taskforce Rawabadak Utara, Taskforce Penjaringan, Taskforce Cilincing, Komunitas ODHIV, Komunitas PSP, Komunitas PWID, Komunitas LSL, Komunitas TG.

Dede Ajit, Paralegal Yayasan Pesona Jakarta menyampaikan bahwa tujuan digelarnya kegiatan tersebut adanya kesepakatan membangun konsensus antar pemangku kepentingan dan NGO terkait dalam penyusunan Road Map Advokasi 2023.

“Penyusunan road map advokasi ini menjadi pendukung optimalisasi penyelenggaraan program pengendalian HIV dan AIDS yang tersusun dalam perencanaan dan pelaksanaan strategi Advokasi pada tahun 2023, bersama seluruh pemangku kepentingan jajaran pemerintah terkait di wilayah DKI Jakarta khususnya Kota Jakarta Utara,” ujar Ajit sapaan akrabnya, Kamis (17/11) pagi.

Ajit pun mengharapkan dengan adanya penyusunan Road Map Advokasi ini bisa membantu mencapai keselarasan, meningkatkan kwalitas dukungan yang ada dengan melibatkan semua pemangku kepentingan yang terkait dalam membangun sebuah strategi yang tepat bagi tercapainya tujuan nasional penanggulangan HIV.

Baca Juga :  Kolaborasi Kominfo dan Dewan Kota Jakut: Jembatan Emas Sinergi Pemerintah dan Pers

Disisi lain, Suwito yang kerap disapa Vito menambahkan, melalui road map advokasi sebagai dokumen advokasi ini merupakan strategi yang matang dan disusun melalui serangkaian kegiatan koordinasi dan penggalian kebutuhan, tantangan yang melibatkan pemerintah, tokoh masyarakat, tenaga ahli, perwakilan komunitas hingga NGO terkait dalam menyusun poin kebutuhan berdasarkan skala prioritas guna menunjang program penanggulangan HIV dan penegakan HAM bagi populasi rentan dan ODHIV.

“Tersusunnya Road Map Advokasi yang dapat diimplementasikan bersama stakeholder di setiap distrik sebagai acuan kerja advokasi 2023, serta terdokumentasinya komitmen dan kesepakatan rencana aksi advokasi 2023 berdasarkan kebutuhan populasi kunci di setiap distrik,” tambah Vito.

Review Hasil Diskusi Capaian 2023

Berdasarkan review hasil diskusi terkait adanya temuan masalah utama, dan masalah yang muncul terhadap komunitas transgender, pekerja seks, napza, LSL, hingga umum, Vito pun menjelaskan, masalah yang muncul sebetulnya bisa dijadikan acuan/bukti bahwa dengan adanya aturan yang masih belum

ramah terhadap hak komunitas atau belum tersedianya aturan yang ramah terhadap hak komunitas maka kondisi kekerasan, stigma, dan diskriminasi akan terus terjadi bahkan meningkat. “Tepat jika dalam membuat suatu aturan atau melakukan revisi terhadap aturan yang ada melibatkan langsung komunitas agar dapat mengetahui kondisi/fakta langsung yang diterima oleh komunitas selama ini,” sebut Vito.

Sementara dalam paparannya, Yoshua selaku narasumber dari LBHM mengatakan bahwa proses pembuatan suatu aturan (produk hukum) selama ini masih terkesan eksklusif, sehingga sulit bagi komunitas untuk diajak secara aktif/langsung dalam menyusun suatu kebijakan baru atau saat melakukan revisi atas aturan yang sudah usang atau salah selama ini. 

“Pertama, dengan adanya kegiatan selama ini yang juga terus melibatkan satuan tugas (task force), maka hal ini bisa saja membuka pintu untuk diperkenalkan dan diperkenankan untuk bertemu secara langsung dan membentuk diskusi kepada pemangku tanggung jawab. Secara bentuk advokasi hal ini lumrah disebut sebagai bagian dari lobi. Kedua, dengan adanya peraturan yang bertentangan sebetulnya juga dapat meyakinkan bahwa ada kesalahan dalam pembuatan kebijakan sebelumnya, sehingga nantinya hal ini bisa menjadi ‘deep review’ bagi pembentuk/pembuat suatu peraturan dengan menerapkan Asas-Asas Umum Pemerintah yang Baik (AUPB),” jelas Yoshua, Rabu (16/11).

Baca Juga :  Kasad Terima Audiensi UPN Veteran Jakarta Bahas Kemajuan Pendidikan dan Pengabdian Masyarakat

Dengan adanya masalah 5 kelompok tersebut, sambung Yoshua, sebetulnya ini menjadi masalah bagi eksternal. Seperti contoh, jika ingin melakukan lobi dan sosialisasi kepada pihak tertentu, maka secara otomatis semakin terpetakan ‘siapa’ anggota dari komunitas-komunitas yang memberikan list masalah tersebut. 

Kedua, jika nantinya hal ini gagal terjadi/terbentuk suatu peraturan yang diidamkan selama ini, maka membuat situasi keyakinan bahwa peraturan selama ini tidak ada kesalahan secara administratif, sehingga masalah-masalah yang terurai di atas pun dapat dianggap sebagai suatu yang mengada-ada atau sesuatu yang dilebih-lebihkan. 

Ketiga, ancaman ini juga dapat berdampak secara masif ke lingkup yang lebih besar (nasional). Jadi misalnya advokasi ini dilakukan di Provinsi DKI Jakarta cq, Kotamadya Jakarta Utara, dan hasilnya tidak sesuai harapan (ditolak), bisa saja hal ini dijadikan bad practice di wilayah-wilayah lain. 

“Perlu diingat, Provinsi DKI Jakarta cq, Kotamadya Jakarta Utara dijadikan sentral kebijakan. Itu mengapa hal-hal yang terjadi di Ibu Kota kerap diadopsi di wilayah lain,” ucap Yoshua.

Road Map Advokasi Jakarta Utara

Kendati demikian, Yenti Nurhidayat selaku Executive Director Media Litera Utama mengungkapkan akar masalah dari Road Map Advokasi Jakarta Utara dari review hasil diskusi terkait temuan masalah utama, dan masalah yang muncul terhadap teman-teman di komunitas tersebut.

“Akar masalah nya ialah kurangnya informasi, pengetahuan, dan kesadaran akan isu-isu yang terkait dengan hak-hak populasi kunci baik hak kesehatan, pekerjaan, dan hak asasi manusia. Kemudian penegakkan hukum terhadap pelaku pelanggaran hak populasi kunci (SOP, hukum pidana), kurangnya ketersediaan alat pencegahan HIV dan IMS (kondom, pelican, jss), hingga pendanaan program HIV AIDS masih kurang karena payung hukumnya tidak memadai (Perda DKI No.5 Tahun 2008), lalu bagaimana cara intervensi (road map advokasi)?,” ungkap Yenti dilokasi.

Lanjut dikatakan Yenti, cara intervensinya dengan cara sosialisasi dan edukasi serta penyampaian informasi terhadap aparatur, masyarakat, dan internal populasi kunci. Namun soal penegakkan hukum harus adanya bantuan hukum populasi kunci itu sendiri dan pelatihan paralegal.

“Ketika kurangnya ketersediaan alat pencegahan tersebut, advokasi ini dilakukan melalui jalur Dinkes, Kemenkes dengan melakukan audensi dan menunjukkan data/bukti. Jika terkait pendanaan program HIV AIDS masih kurang dilakukannya ialah merevisi Perda, dengan cara kajian/analisis Perda, kemudian kertas kebijakannya bagaimana, hingga audensi dengan Gubernur dan DPRD,” tukasnya.*(Za/SR)

Berita Terkait

Menkopolkam BG, Pemerintah Tetapkan 4 Pulau Masuk Wilayah Provinsi Aceh
DLH Serbu Teluknaga, Sampah Menumpuk Langsung Hilang
Ribuan Alumni Boedoet 145 Hadiri Konser Iwan Fals di Jakarta Selatan
Gugatan Hukum dan Putusan Pengadilan Patahkan Klaim KLB Zulmansyah, Hendry Ch Bangun Masih Ketua Umum Sah PWI
Vihara AVG Gelar Baksos Akbar “Light of Love 2025”: Bagikan 10.000 Kacamata, Cek Gula Darah, dan Makan Siang Gratis
PT Alakasa Industrindo, Tbk: Kinerja Kuartal I 2025 Meningkat Signifikan
World Cucumber Day, Kesegaran Berbalut Eksentrisme
Wine Palace Angkat Produk Lokal di National Wine Day 2025

Berita Terkait

Selasa, 17 Juni 2025 - 20:13 WIB

Menkopolkam BG, Pemerintah Tetapkan 4 Pulau Masuk Wilayah Provinsi Aceh

Selasa, 17 Juni 2025 - 14:47 WIB

DLH Serbu Teluknaga, Sampah Menumpuk Langsung Hilang

Minggu, 15 Juni 2025 - 23:33 WIB

Ribuan Alumni Boedoet 145 Hadiri Konser Iwan Fals di Jakarta Selatan

Minggu, 15 Juni 2025 - 22:01 WIB

Gugatan Hukum dan Putusan Pengadilan Patahkan Klaim KLB Zulmansyah, Hendry Ch Bangun Masih Ketua Umum Sah PWI

Minggu, 15 Juni 2025 - 17:06 WIB

Vihara AVG Gelar Baksos Akbar “Light of Love 2025”: Bagikan 10.000 Kacamata, Cek Gula Darah, dan Makan Siang Gratis

Berita Terbaru

Breaking News

DLH Serbu Teluknaga, Sampah Menumpuk Langsung Hilang

Selasa, 17 Jun 2025 - 14:47 WIB

ILUSTRASI: peserta didik baru. (Foto: iStock/Ist).

Pendidikan

Situs Web SPMB Sulit Diakses, Disdik DKI Jakarta Sarankan Hal Ini

Selasa, 17 Jun 2025 - 13:44 WIB