KOTA TANGERANG, Suararealitas.co — Lahan Fasos Fasum di Jalan Pinus Raya RT 10 RW 05, yang selama ini menjadi ruang terbuka olahraga dan tempat berkumpul warga, kini telah berubah fungsi menjadi “Taman Jajan” pedagang kaki lima tanpa izin resmi. Praktik pengalihan fungsi lahan yang diduga ilegal ini telah diprotes warga sejak 8 April 2025. Namun, pemerintah daerah dan Satpol PP justru memilih bungkam dan absen dalam penegakan aturan.
Selly Aprillia, warga aktif yang biasa memanfaatkan lahan untuk senam dan bermain anak-anak, menegaskan, “Kami kehilangan satu-satunya ruang terbuka untuk olahraga dan kegiatan sosial. Anak-anak terpaksa bermain di jalanan yang rawan kecelakaan karena fasilitas ini dirampas secara sepihak.”
Ironisnya, Wali Kota Tangerang diduga mendukung pengalihan fungsi tersebut. Selly mempertanyakan, “Kalau ini benar untuk pengembangan UMKM, mengapa pedagang liar masih bebas berjualan di trotoar dan pinggir jalan? Apakah kepentingan segelintir orang lebih penting daripada hak publik?”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sandira Amelia memperingatkan potensi konflik sosial yang mengancam stabilitas lingkungan. Ia meminta Gubernur Banten untuk turun tangan jika Wali Kota tidak segera mengembalikan fungsi lahan dan membangun fasilitas olahraga yang layak.
Sulasno Haryono, warga yang rumahnya menghadap taman jajan, menuding oknum RT dan RW memanfaatkan nama Wali Kota sebagai tameng aktivitas ilegal. “Konflik antar warga dan pengelola taman jajan sudah terjadi. Live music bising hingga malam hari tetap dibiarkan. Ini pelanggaran Perda Banten No. 9 Tahun 2022,” ujarnya tegas.
Mahdi Saiful, warga RW 05, menyoroti sikap abai pemerintah. “Ini bukan soal politik, tapi soal sarana sosial masyarakat. Kami toleran dengan ribuan pedagang di pinggir jalan dan trotoar, tapi ruang terbuka umum dan sarana olahraga tidak boleh dikorbankan. Laporan kami ke lurah, camat, Satpol PP, dan dinas terkait tidak direspons. Bahkan petisi 70 warga pun diabaikan. Ada apa dengan pemerintah kita?”
Satpol PP, sebagai penegak Perda, tidak menunjukkan itikad serius untuk menindak praktik ilegal ini. Ketidakhadiran mereka di lokasi mempertegas dugaan pembiaran.
Secara hukum, pengalihan fungsi Fasos Fasum melanggar Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 9 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2016. Dugaan penyewaan tanpa izin berpotensi menimbulkan kasus korupsi yang merugikan negara dan masyarakat.
Meski warga telah menyampaikan pengaduan sejak 8 April 2025, sikap diam pemerintah dan Satpol PP menimbulkan kekecewaan mendalam dan menurunkan kepercayaan publik terhadap tata kelola aset publik.
Kasus Fasos Fasum Poris Indah menjadi ujian berat bagi transparansi dan akuntabilitas pemerintahan daerah. Jika dibiarkan, ruang publik akan terus hilang, ketimpangan sosial bertambah, dan konflik tak terelakkan.