TANGERANG, Suararealitas.co — Kota ini sedang dikubur hidup-hidup. Bukan oleh bencana, tapi oleh ambisi politik yang tak tahu malu. Jalan-jalan digali tanpa ampun, rumah warga terganggu, usaha rakyat mati perlahan, dan lubang-lubang dibiarkan menganga seperti penghinaan terbuka kepada warga. Di tengah kehancuran itu, satu hal justru menjulang dengan pongah: logo DKJ.
Simbol itu kini hadir bukan sebagai harapan, tapi sebagai penanda bahwa kekuasaan bisa menginjak rakyat kapan pun ia mau. PT Air Kota Tangerang (PT AKT), perusahaan yang katanya dibentuk demi air bersih, nyatanya justru membawa kekacauan. Dan lebih dari itu: membawa pesan jelas bahwa proyek ini bukan tentang pelayanan, tapi tentang pencitraan.
“DKJ berdiri gagah di atas derita rakyat. Ini bukan sekadar proyek gagal, ini adalah kejahatan simbolik. Kekuasaan sedang memamerkan superioritasnya secara brutal,” tegas Hilman Santosa, Koordinator Poros Tangerang Solid (PORTAS).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
PORTAS menyebut proyek PT AKT sebagai proyek beracun: tak transparan, tak manusiawi, dan sarat kepentingan politis. Pengerjaan brutal, tak ada SOP yang jelas, tak ada jaminan keselamatan, tapi selalu ada baliho dan spanduk DKJ di setiap titik. Jalan hancur tak diperbaiki, tapi wajah kekuasaan terus dikampanyekan secara terang-terangan.
“Rakyat disuruh maklum atas penderitaan, tapi simbol kekuasaan disuruh dielu-elukan. Ini bukan pembangunan, ini pemerkosaan ruang publik oleh ego seorang penguasa,” ujar Hilman.
PORTAS juga mempertanyakan legalitas dan etika MoU antara Perumda Tirta Benteng dan PT AKT. “Siapa yang mengizinkan proyek ini? Apa dasar hukumnya? Kenapa publik tak pernah dilibatkan? Kenapa kerusakan dianggap biasa? Karena yang terpenting hanya satu: memasang logo, bukan menyelesaikan masalah.”
Yang paling menyakitkan, kata Hilman, adalah sikap diam Pemkot. Diam atas derita rakyat. Diam atas penyalahgunaan simbol. Diam atas pelanggaran prosedur. Diam karena tahu proyek ini bukan tentang rakyat, tapi tentang satu nama yang ingin tampil di 2024, 2029, dan seterusnya.
“Kota ini sedang dijadikan panggung kampanye permanen. Bukan lewat program, tapi lewat pengerusakan yang dibungkus simbol. Ini pelecehan terhadap seluruh warga Tangerang,” pungkas Hilman.
PORTAS tak akan tinggal diam. Mereka akan melawan. Somasi publik sedang disiapkan, gugatan hukum dalam proses, dan aksi besar akan segera digelar.
“Kami ingin air bersih, bukan propaganda. Kami ingin jalan yang aman, bukan baliho penguasa. Kami ingin hak kami kembali. Dan kami akan rebut itu,” kata Hilman.