KOTA TANGERANG, Suararealitas.co – Kota Tangerang, yang selama ini dikenal sebagai kota religius dengan norma kesusilaan yang kuat, kini menghadapi ujian berat. FM3, sebuah tempat hiburan malam yang berizin sebagai karaoke keluarga, dituding melampaui fungsi sebenarnya dan diduga menjadi sarang praktik yang merusak moral serta ketertiban sosial. Insiden kekerasan terhadap aktivis sosial dan mahasiswa yang menuntut penutupan FM3 memperparah keadaan, memicu kegelisahan masyarakat luas.
Aksi damai yang digelar untuk menuntut keadilan dan penutupan FM3 berakhir ricuh, dengan sejumlah peserta diduga menjadi korban kekerasan oleh oknum tak dikenal. Meski belum ada penetapan tersangka atau bukti hukum yang final, bukti sosial dan kesaksian warga memperkuat kecurigaan atas aktivitas mencurigakan di FM3. Mobil mewah keluar masuk hingga dini hari, sementara warga sekitar resah dan takut bersuara.
Pemerintah Kota Tangerang terkesan bungkam, tidak merespons tuntutan masyarakat dan belum mengambil langkah tegas, sementara aparat hukum masih menyelidiki tanpa kejelasan perkembangan. Sikap ini memancing kritik keras.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hilman Santosa, putra daerah sekaligus aktivis senior Poros Tangerang Solid, mengecam keras sikap pemerintah yang membiarkan FM3 beroperasi tanpa tindakan tegas.
“Jika pemerintah terus membiarkan FM3 beroperasi tanpa tindakan nyata, itu sama saja dengan mengkhianati warga dan membiarkan kerusakan moral merajalela.”
Kata Hilman Rabu (11/6/2025).
Hilman mendesak pencabutan izin FM3 secara langsung dan penindakan hukum tanpa kompromi. “Tidak boleh ada tempat bagi pelanggaran yang merusak tatanan sosial.” Menanggapi kekerasan yang dialami aktivis saat menyuarakan penolakan terhadap FM3, Hilman mengingatkan agar aparat keamanan tidak menjadi bagian dari masalah. “Jangan sampai aparat yang seharusnya melindungi warga malah membiarkan kekerasan dan ketidakadilan terjadi,” ujarnya.
Selain itu, Hilman menyerukan agar pemerintah segera membuka dialog terbuka dengan masyarakat, aktivis, dan pelaku usaha jujur untuk merumuskan pengawasan ketat terhadap tempat hiburan malam. Ia menegaskan, “Pemerintah harus hadir sebagai pelindung, bukan sekadar penonton. Harus ada solusi nyata berupa pengembangan alternatif hiburan yang sehat dan sesuai nilai budaya lokal.”
Hilman menegaskan bahwa keberadaan FM3 adlah sebuah simbol kegagalan pemerintah dalam menjaga norma sosial dan moral masyarakat.
“Apa yang terjadi di dalam FM3 sudah jauh disinyalir melampaui batas sehingga membuka pintu bagi praktik-praktik yang merusak tatanan sosial dan moral kita,” ujarnya dengan tegas.
Ia menyatakan bahwa jika pemerintah terus menutup mata terhadap fakta-fakta ini, maka mereka sebenarnya sedang membiarkan ruang-ruang gelap itu semakin bebas beroperasi tanpa kontrol.
“keberanian pemerintah untuk menegakkan aturan tanpa pandang bulu dipertayanyakan. Kalau tidak eksyen, sama saja pemerintah mengkhianati rakyatnya sendiri,” tegas Hilman.
Lebih lanjut, Hilman mendesak agar aparat hukum dan Pemkot Tangerang tidak hanya sekadar melakukan penyelidikan administratif atau retorika kosong.
“Perlakuan setengah hati hanya akan memperburuk keadaan. Kami minta proses hukum yang transparan dan tuntas, serta tindakan nyata berupa penutupan permanen FM3 dan pembongkaran praktik-praktik ilegal di dalamnya.”
Hilman juga mengingatkan bahwa kasus ini harus menjadi momentum bagi pemerintah untuk melakukan reformasi pengawasan dan regulasi tempat hiburan malam secara menyeluruh.
“Jangan sampai hanya segelintir tempat yang jadi kambing hitam, tapi sistem yang cacat tetap berjalan. Pemerintah harus hadir sebagai pelindung moral dan sosial masyarakat, bukan sekadar pembuat peraturan di atas kertas.”
kata Hilman.
Sebagai putra daerah yang peduli, Hilman mengakhiri pernyataannya dengan seruan kuat kepada seluruh elemen masyarakat dan pemerintah dan seluruh pihak untuk bersatu, bergerak bersama melawan praktik yang merusak nilai-nilai norma sosial.
“Jika pemerintah diam, masyarakat yang akan bertindak. Tangerang berhak aman, bermartabat, dan bebas dari segala bentuk kejahatan moral!”